Hai, soal pajak apa yang ingin kamu cari?

Topik Soal:

Soal Brevet Perpajakan AB

KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN A & B

 

NPWP

Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP adalah sebuah tanda pengenal milik wajib pajak yang digunakan untuk urusan administrasi perpajakan. Pengertian NPWP juga terdapat di UU Nomor 28 Tahun 2007. Dalam Undang-Undang tersebut, NPWP adalah identitas wajib pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketentuan tentang wajib pajak terdapat di UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.  Untuk dapat melaksanakan kewajibannya, WP harus mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP. Kepadanya akan diterbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang menyatakan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi. Sedangkan untuk WP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai PPN, diwajibkan pula untuk mengukuhkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

 

PKP

Pasal 1 Angka 14 UU PPN: Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pasal 1 Angka 5 UU KUP: PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Pasal 2 Ayat (2) UU KUP: Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

 

Pembukuan dan Pencatatan Pajak

Dalam perpajakan, terdapat istilah pencatatan dan pembukuan pajak. Keduanya terlihat serupa, namun ternyata keduanya memiliki artian yang berbeda. Pembukuan dan pencatatan pajak merupakan dasar kegiatan akutansi pajak. Berdasarkan definisinya, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Informasi keuanganya yang dimaksud adalah harta, modal, kewajiban, penghasilan, dan biaya & jumlah pendapatan atas penyerahan barang atau jasa pada periode pajak tersebut. Definisi pembukuan ini tertuang dalam UU No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 29. Definisi pencatatan tertulis dalam UU No. 28 Tahun 2007 Pasal 28 Ayat 9, dimana pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Dari pengertian tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dalam pembukuan dan pencatatan dalam pajak. Pembukuan dan pencatatan pajak sama-sama berkaitan dengan kegiatan pajak akuntansi yang berfungsi sebagai acuan wajib pajak.

 

Batas Waktu Pembayaran/Penyetoran

Pasal 9 Ayat (1) UU KUP: Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Pasal 9 Ayat (2) UU KUP: Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan. Pasal 9 Ayat (3) UU KUP: Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

 

Sanksi Pajak

Jenis Sanksi

Jenis-jenis sanksi pajak yang ada di Indonesia jika digeneralisasikan ada dua macam. Pertama sanksi administratif dan yang kedua sanksi pidana. Dari kedua jenis secara umum tadi masih akan dibagi lagi menjadi beberapa macam sanksi lagi, yaitu :

  1. Sanksi Administratif

Jenis sanksi perpajakan yang pertama dibahas di sini adalah sanksi administrative. Ini merupakan sanksi yang dikenakan dan diterapkan pada pelanggar aturan pajak dengan cara melakukan pembayaran kerugian pada Negara. Pembayaran tersebut ditujukan sebagai ganti rugi yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak terkait. Sanksi administratif ini sendiri akan dibagi menjadi 3 jenis lagi seperti denda, bunga, dan kenaikan. Begini penjelasannya:

  • Denda

Jenis sanksi administratif yang pertama ini adalah denda. Biasanya sanksi ini diterapkan pada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran aturan pajak khususnya pada masalah pelaporan pajak.  Jadi denda ini akan diberikan kepada WP yang tidak melaporkan SPT, adanya ketidakbenaran pada SPT yang disampaikan, atau tidak adanya pembuatan faktur pajak sesuai dengan aturan dan ketentuan pajak yang ada.

  • Bunga

Jenis sanksi pajak administratif selanjutnya ada Bunga. Ini biasa diberikan pada WP yang melakukan pelanggaran berupa ketidakdisiplinan khususnya dalam urusan pembayaran pajak. Contoh kasusnya seperti keterlambatan pembayaran pajak, penundaan pembayaran pajak, gagal bayar pajak, atau kurang bayar pajak.

  • Kenaikan

Untuk sanksi yang selanjutnya ada kenaikan. Jenis sanksi administratif yang terakhir dimana penerapannya untuk Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran aturan pajak dilihat dari segi materiil. Contohnya seperti membocorkan informasi yang salah dalam hitungan pajak yang dibayarkan.

  1. Sanksi Pajak Pidana

Jenis sanksi perpajakn yang kedua secara umum adalah sanksi pajak pidana. Dalam dunia perpajakan, sanksi pidana ini juga ditetapkan atau diberikan pada Wajib pajak yang diindikasi telah melakukan pelanggaran sengaja atau tidak sengaja terutama yang memicu tuntutan pidana. Tindakan yang disebut pelanggaran pidana sendiri bisa berupa manipulasi data yang meliputi pemalsuan data perpajakan atau penyembunyian data perpajakan. Penggelapan pajak atau tax evasion juga akan mendapatkan sanksi pajak pidana:

  • Setiap orang yang memang sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tapi datanya tidak benar dan menimbulkan kerugian pada Negara maka sanksi pidana yang diterapkan minimal 3 bulan dan maksimal 12 bulan kurungan. Denda juga diberikan sedikitnya satu kali dan maksimal dua kali dari pajak terutang.
  • Orang yang sengaja tidak mendaftarkan diri agar tidak mendapatkan NPWP, atau untuk menghindari pengukuhan PKP, menyalahgunakan hak NPWP atau PKP, tidak membuat pembukuan pajak, tidak setor pajak akan diberikan sanksi pidana kurungan minimal 6 tahun dan denda maksimal 4 kali dari pajak terutang.
  • Bagi orang yang sudah pernah mendapatkan sanksi pajak pidana namun melakukan pelanggaran yang sama sebelum 1 tahun setelah masa pidana sebelumnya maka akan dikenakan kembali sanksi pidana 2 kali lebih berat dari sanksi pidana sebelumnya.
  • Sanksi pajak pidana ini memang dibuat bagi Wajib Pajak yang membuat kerugian cukup besar dan resikonya tinggi serta kesalahan yang sangat fatal untuk Negara. Biasanya memang hal ini sendiri dilakukan karena kesengajaan sehingga sanksi yang didapatkan tergolong berat.

 

Kompensasi Pajak

Kompensasi pajak adalah kelebihan bayar PPN atau Pajak Pertambahan Nilai yang bisa dimanfaatkan untuk membayar utang kurang bayar pajak pada periode berikutnya. Landasan hukum yang mengatur kompensasi pajak adalah Pasal 13 Ayat 1 Huruf c Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Munculnya kompensasi pajak adalah akibat kelebihan bayar dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada suatu Masa Pajak dibanding jumlah yang seharusnya. Ada beberapa ketentuan dan mekanisme dalam kompensasi pajak yang penting untuk diketahui sebagai wajib pajak, yaitu :

  1. Wajib Pajak hanya memiliki jangka waktu lima tahun untuk menggunakan kompensasi pajak setelah adanya surat terutang pajak atau masa akhir pajak.
  2. Wajib Pajak memerlukan surat ketetapan dan penerbitan kompensasi pajak dari Direktorat Jenderal Pajak.
  3. Sanksi administrasi akan ditambahkan ke dalam kekurangan bayar pajak terutang yang ada di surat ketetapan pajak. Sanksi ini berupa bunga serta tarif bunga tiap bulan.
  4. Penghitungan kompensasi pajak berdasarkan masa pajak, tahun pajak, dan penerbitan surat ketetapan pajaknya.
  5. Menteri keuangan menetapkan tarif bunga pada suku bunga acuan sebesar 15% dan dibagi 12 sesuai tanggal perhitungan sanksi.
  6. Sanksi administrasi ditetapkan dalam wujud kenaikan bunga pada hasil pemeriksaan PPnBM dan PPN.
  7. Ada imbalan yang akan didapatkan dalam bentuk bunga yang wajib diberikan kepada wajib pajak.

 

Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan (UU KUP pasal 25). Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Pasal 29 UU KUP tujuan dari pemeriksaan pajak, yaitu :

  1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
  2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Jangka waktu pemeriksaan pajak, yaitu :

Ketetapan Pajak

Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, Pasal 1 nomor 15 Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Lalu berdasarkan keputusan Ditjen Pajak, pihak yang berkuasa mengeluarkan surat tersebut adalah Kantor Pajak Pratama (KPP) dan dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan pajak. Berikut ini detail penjelasan untuk masing-masing Surat Ketetapan Pajak :

  1. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2000, surat tagihan pajak ini akan diterbitkan jika:

  • Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
  • Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.
  • Terkena sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
  • Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya namun tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah surat yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis surat ketetapan pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Secara garis besar, terbitnya SKPKB ini karena wajib pajak kurang atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan, adanya salah hitung terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang.

  1. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Secara sederhana, SKPLB diterbitkan karena wajib pajak lebih membayar pajak terutang dari yang seharusnya. SKPLB akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari wajib pajak dengan ketentuan: Jumlah kredit pajak pada Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.  Penerbitan surat ini dilakukan setelah dilakukannya pemeriksaan atas permohonan, paling lambat 12 bulan terhitung sejak surat permohonan diterima atau sesuai dengan keputusan Ditjen Pajak. Jika terlambat diterbitkan, wajib pajak berhak menerima imbalan bunga 2% sebulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.

  1. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan setelah Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan.  Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, SKPN diterbitkan untuk:

  • Pajak Penghasilan jika jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
  • Pajak Pertambahan Nilai jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
  • Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
    1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Menurut Pasal 15 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.

 

Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi

Prosedur pengurangan atau penghapusan sanksi pajak. Dalam menjalankan suatu kewajiban apapun itu, tentu terdapat konsekuensi yang akan ditanggung apabila kewajiban tersebut tidak dijalankan. Kewajiban perpajakan pun sama saja, apabila lalai ataupun sengaja tidak menjalankan kewajiban perpajakan, maka ada sanksi yang menunggu. Sanksi ini terdiri dari dua macam, yakni sanksi administrasi dan pidana. Tata cara pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan secara umum adalah sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia. Format permohonan terlampir pada PMK nomor 8 tahun 2013
  2. Satu permohonan untuk satu SKP atau STP.
  3. Menyertakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan dan dasar hukum yang jelas.
  4. Permohonan disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
  5. Ditandatangani oleh Wajib Pajak ataupun kuasa dengan dilampiri surat kuasa khusus.

 

Penagihan Pajak

Secara umum penagihan pajak didefinisikan sebagai sebuah proses tindakan yang dilakukan oleh penanggung pajak (wajib pajak) dalam melunasi utang pajaknya beserta biaya penagihannya. Penagihan  pajak pun memiliki landasan hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Pasal 1 angka 9 dan direvisi dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 perihal Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) dimana dalam peraturan tersebut penagihan pajak diartikan sebagai serangkaian tindakan yang dikhususkan penanggung pajak dalam melunasi utang pajak dan biaya penagihannya dengan memberitahu atau menegur, melaksanakan penagihan baik seketika maupun sekaligus, memberitahukan surat pajak, mengusulkan pencegahan, melakukan penyitaan ataupun penyanderaan, hingga menjual atau melelang barang yang telah disita. Merujuk dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Pasal 1 angka 28 ) mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) lalu dilakukan beberapa kali perubahan menjadi UU No. 11 Tahun 2020 perihal Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan di harmonisasikan menjadi UU No. 7 Tahun 2021 perihal Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dimana dalam peraturan tersebut mendefinisikan penanggung pajak sebagaimana yang dijelaskan pada peraturan mengenai Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP), yang mana penanggung yang dimaksud merupakan orang pribadi ataupun badan yang bertanggung jawab atas membayar pajak. Dalam hal ini wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pajak dan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku pun termasuk sebagai penanggung pajak.

Pada proses penagihan pajak tentunya memiliki hubungan dengan penanggung pajak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini dapat dipungkiri setiap wajib pajak tentunya memiliki beberapa penanggung pajak. Terkait hal tersebut, terdapat beberapa jenis penagihan pajak, baik secara pasif, aktif, maupun seketika dan sekaligus. Berikut penjelasannya :

  1. Penagihan Pajak Pasif

Pada proses penagihan pajak yang bersifat pasif ini, otoritas pajak atau fiskus hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenis lainnya yang menyebabkan pajak terutang akan menjadi lebih besar. Dalam jenis penagihan ini, otoritas pajak atau fiskus hanya akan memberitahukan kepada wajib pajak terkait bahwa terdapat utang pajak. Apabila dalam kurun waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya STP ataupun surat sejenis lainnya, dan wajib pajak tidak membayar utang pajak  tersebut, maka otoritas pajak atau fiskus akan menerapkan penagihan secara aktif.

  1. Penagihan Aktif

Seperti yang sudah dijelaskan pada jenis penagihan sebelumnya, dimana penagihan aktif akan secara langsung dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak tidak melakukan pembayaran (jatuh tempo) sejak diterbitkannya STP. Dalam penagihan secara aktif ini, otoritas pajak atau fiskus akan mengerahkan juru sita pajak dalam melakukan tindakan selanjutnya guna melakukan penyitaan hingga pelelangan apabila wajib pajak atau penanggung pajak tidak melunasi utang pajak, terhitung 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan surat teguran ataupun surat paksa yang diterbitkan oleh otoritas pajak atau fiskus.

  1. Penagihan Seketika & Sekaligus

Jenis penagihan seketika & sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang dijalankan oleh fiskus dan juru sita pajak terhadap wajib pajak secara langsung tanpa menunggu jangka waktu atau jatuh tempo yang telah ditentukan atas pelunasan pajak. Jenis penagihan ini mencakup keseluruhan utang pajak, mulai dari semua jenis pajak, masa pajak, hingga tahun pajak. Penagihan jenis ini pun memiliki tujuan dalam mencegah terjadinya pajak terutang yang menumpuk yang nantinya sulit ditagih.

 

    1. Produk Hukum dari ditjen pajak yang memiliki kedudukan hukum dan bersifat executorial adalah ?
      1. Surat Tagihan Pajak
      2. Surat Paksa
      3. Surat Teguran Pajak
      4. Putusan Banding/Peninjauan Kembali

Jawaban : B. Surat Paksa

    1. Jangka waktu pengajuan keberatan adalah?
      1. 1 bulan Sejak SKP terbit
      2. 2 Bulan sejak SKP terbit
      3. 3 Bulan Sejak SKP terbit
      4. 6 Bulan Sejak SKP terbit

Jawaban : C. 3 Bulan Sejak SKP terbit

    1. Surat Tagihan Pajak Surat Ketetapan Pajak Surat Ketetapan Pajak Tambahan Surat Keputusan Pembetulan Surat Keputusan Keberatan Putusan Banding Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu ?
      1. 1 Bulan
      2. 2 Bulan
      3. 3 Bulan
      4. 6 Bulan

Jawaban : A. 1 Bulan

    1. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat mengajukan pengembalian pendahuluan pajak paling lama 3 bulan untuk pajak penghasilan dan 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai yaitu Wajib pajak yang kecuali ?
      1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT
      2. Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
      3. Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
      4. Laporan Keuangan diaudit oleh KAP atau lembaga Pengawasan Pemerintah dengan pendapat wajar pengecualian selama 3 tahun berturut turut

Jawaban : C. Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

    1. Manakah yang benar Apabila Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Tahunan sebagaimana jangka waktu yang ditentukan maka dikenai sanksi berupa ?
      1. Berupa denda 500.000 untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
      2. Berupa denda 500.000 untuk SPT masa
      3. Berupa denda 100.000 untuk SPT Tahunan Orang Pribadi
      4. Berupa denda 500.000 untuk SPT Tahunan Badan

Jawaban : C. Berupa denda 100.000 untuk SPT Tahunan Orang Pribadi

    1. Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan apabila kecuali ?
      1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk urusan bisnis
      2. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara
      3. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak Ketiga atau terdapat tanda tanda kepailitan
      4. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya

Jawaban : A. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk urusan bisnis

    1. Bagi Pengusaha Kena Pajak PPN yang kurang bayar dalam suatu masa pajak harus disetor dan dilaporkan kapan ?
      1. Harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya sebelum SPT disampaikan
      2. Harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya sesudah SPT disampaikan
      3. Harus disetor paling lama 15 hari setelah Masa Pajak berakhir
      4. Harus disetor paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir

Jawaban : A. Harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya sebelum SPT disampaikan

    1. Pada saat pemeriksaan ditemukan adanya kurang bayar pada SPT tahunan Badan wajib pajak tahun 2017 SKPKB terbit pada tanggal 31 Maret 2019 berapakah sanksi administrasi berupa sanksi bunga yang dikenakan terhadap SKPKB tersebut?
      1. 24%
      2. 6%
      3. 26%
      4. 30%

Jawaban : D. 30%

    1. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat Kecuali ?
      1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi adminitrasi berupa bunga denda kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahanya
      2. Mengurangkan atau membatalkan Ketetapan Pajak yang tidak benar
      3. Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pasal 14 yang tidak benar
      4. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetepan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tanpa peminjaman dokumen wajib pajak

Jawaban : D. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetepan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tanpa peminjaman dokumen wajib pajak

    1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas sesuatu kecuali ?
      1. SKPKB
      2. SKPKBT
      3. Bukti Potong
      4. SPMP

Jawaban : D. SPMP

Soal Nomor 1

Dyandra adalah Wajib Pajak pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang- barang elektronik. Aisyah setiap bulan perlu membayarkan PPh Final Bruto sebesar 0.5%, selama Januari – Desember 2019 Aisyah telah mendapatkan penghasilan bruto 10.000.000.000, maka di SPT Tahunan 2019 Aisyah seharusnya yang dilaporkan adalah:

Jawaban Nomor 1

Penghasilan Bruto selama 2019 Rp 10.000.000.000,00
PPh terutang selama 2019 yang telah dibayarkan tiap bulan Rp 50.000.000,00
jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Pembayaran oleh Wajib Pajak tanpa didahului dengan surat ketetapan pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan Aisyah dalam SPT PPh Tahun 2019 tidak benar, misalnya penghasilan bruto ternyata melebihi 10.000.000.000 sehingga PPh terutang kurang dilaporkan.
maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan melalui Surat Ketetapan Pajak

Soal Nomor 2

Ryan menerima SKPKB sebesar Rp 5.000.000 yang diterbitkan pada tanggal 2 Februari 2021 dengan batas akhir pelunasan tanggal 3 Maret 2021. Ryan diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 bulan dengan jumlah yang
tetap sebesar Rp 1.000.000. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut:
• angsuran ke-1 : 0,54% x Rp 5.000.000 = Rp 27.000
• angsuran ke-2 : 0,56% x Rp 4.000.000 = Rp 22.400
• angsuran ke-3 : 0,55% x Rp 3.000.000 = Rp 16.500
• angsuran ke-4 : 0,52% x Rp 2.000.000 = Rp 10.400
• angsuran ke-5 : 0,53% x Rp 1.000.000 = Rp 5.300
(Bunga berubah2 tergantung Tarif KMK)
Di sisi lain, jika Ryan diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sekaligus sampai dengan tanggal 2 Agustus 2021. Berapa besar sanksi administrasi atas penundaan pembayaran SPKB tersebut?

Jawaban Nomor 2

Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran SKPKB tersebut dihitung sebesar 5 x 0,54% x Rp 5.000.000 = Rp 135.000

Subjek Pajak

Menurut (Mansury, 2002) Subjek Pajak itu adalah subjek hukum yang oleh Undang-undang pajak diberi kewajiban perpajakan. Subjek Pajak itu pada umumnya merupakan subjek hukum berdasarkan cabang hukum lain di luarnya hukum pajak, yang kemudian diatur dalam Undang-undang pajak, dan dinyatakan sebagai Subjek Pajak. Hal itu dapat dimengerti sebab subjek hukum oleh hukum diakui mempunyai hak dan kewajiban di hadapan hukum, sehingga Undang-undang pajak hanya menegaskan hak-hak dan kewajibannya sehubungan dengan perpajakan. Hal yang demikian, juga menunjukkan, bahwa hukum pajak itu merupakan bagian dari keseluruhan sistem hukum atau tata hukum di Indonesia. Seperti telah dijelaskan pada Bab I, Menurut Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983, sebagaimana telah dirubah dan disempurnakan terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan, ”Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak”. Dalam Pasal 2 ayat (1) UU PPh dijelaskan, bahwa yang menjadi subjek pajak dalam Pajak Penghasilan adalah :

  1. Orang Pribadi (Perseorangan);
  2. Warisan yang belum terbagi, sebagai satu kesatuan;
  3. Badan;
  4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Objek Pajak

Setelah kita memahami siapa saja yang dikenakan PPh, selanjutnya harus dipahami apa saja yang dikenakan PPh. Kedua syarat ini, syarat subjek dan objek harus dipenuhi agar WP dapat dikenakan PPh.  Menurut (Mansury, 2002) dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan ditegaskan bahwa penghasilan yang dikenakan pajak mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Tambahan kemampuan ekonomis.

Bahwa yang termasuk penghasilan itu adalah setiap tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang didapat oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak yang berkenaan. Penghasilan diberi arti sebagai uang atau segala sesuatu yang lain yang bernilai uang yang mengalir menjadi hak seseorang yang dapat dipakainya untuk menguasai barang dan jasa guna dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut. Dengan memakai kata “tambahan”, maka dimaksudkan bahwa yang dikenakan pajak itu adalah jumlah netto, yaitu jumlah penerimaan atau perolehan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu.

  1. Yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.

Unsur ini membatasi pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis itu, yaitu hanya kepada tambahan kemampuan ekonomis yang telah menjadi realisasi. Pengertian realisasi dalam hal ini mengambil alih konsep akuntansi, yaitu penghasilan yang telah dapat dibukukan, baik dengan memakai cash basis maupun dengan yang memakai accrual basis. Dalam hal ini tambahan kemampuan yang dihitung sebagai penghasilan bukan hanya karena adanya kenaikan harga pasar, melainkan kenaikan harga itu sudah menjadi realisasi. Mengenakan pajak hanya atas tambahan kennampuan ekonomis yang telah menjadi realisasi tidak berarti bahwa tambahan kemampuan ekonomis yang belum menjadi realisasi dibebaskan dari pajak. Hanya pengenaan pajaknya ditunda hingga saat yang kemudian, yaitu pada saat pemungutan pajak dapat dilakukan dengan mudah.

  1. Baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia.

Menunjukkan bahwa penghasilan yang dikenakan pajak itu meliputi penghasilan yang didapat dari manapun juga, baik yang berasal dari sumber-sumber di Indonesia maupun dari sumber-sumber di luar Indonesia. Dari Pasal 26 (Undang-undang Pajak Penghasilan) kita mengetahui bahwa Subjek Pajak luar negeri mempunyai kewajiban pajak objektif yang terbatas. Dengan demikian, yang kewajiban pajak objektifnya meliputi world wide income adalah Subjek Pajak dalam negeri.

  1. Yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk membeli tambahan harta.

Merupakan cara menghitung atau mengukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak itu, yaitu sebagai hasil penjumlahan seluruh pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dan sisanya yang ditabung menjadi kekayaan Wajib Pajak, termasuk yang dipakai membeli harta sebagai investasi (investasi disini adalah penggunaan tabungan Wajib Pajak untuk mengembangkan harta Wajib Pajak, seperti dibelikan saham untuk memperoleh dividen dan capital gains atau dibelikan tanah yang dapat memberikan sewa dan juga capital gains.

  1. Dengan nama dan dalam bentuk apapun juga.

Unsur ini mensyaratkan, bahwa dalam penentuan ada tidaknya penghasilan yang dikenakan pajak dan kalau ada berapa besarnya penghasilan itu, maka yang menentukan bukan nama yang diberikan oleh Wajib Pajak dan juga bukan bergantung kepada bentuk yuridis yang dipakai oleh Wajib Pajak, melainkan yang paling menentukan adalah hakekat ekonomis yang sebenarnya. Disebut The Substance Over Form Principle, yang berarti bahwa hakekat ekonomis adalah lebih penting daripada bentuk formal yang dipakai.

 

 

Norma Perhitungan Penghasilan Neto

Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan dikenal dua golongan Wajib Pajak yang cara menghitung penghasilan netonya berbeda, yaitu:

  1. Wajib Pajak Dalam Negeri.

Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Neto, yaitu :

  • Penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengan contoh sebagai berikut:

           

Peredaran bruto

Penghasilan netto (menurut Norma Penghitungan) misal: 20%

Penghasilan netto lainnya 

Jumlah seluruh penghasilan netto

Rp  4.000.000.000

Rp     800.000.000

      

Rp         5.000.000 (+) 

Rp     805.000.000 

 

  • Penghitungan dengan cara biasa (Pembukuan)

Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut :

 

Peredaran bruto                                                                         Rp 6.000.000.000

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan 

memelihara penghasilan                                                          Rp  5.400.000.000  –

 

Laba usaha (penghasilan netto usaha)                                   Rp    600.000.000                                                         

Penghasilan lainnya                                                                   Rp       50.000.000

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara 

penghasilan lainnya tersebut                                                  (Rp     30.000.000) +

Jumlah seluruh penghasilan netto                                         Rp    620.000.000

  1. Wajib Pajak Luar Negeri

Untuk Wajib Pajak Luar Negeri Penghasilan Neto adalah sama dengan Penghasilan Bruto.

Skema Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan

Skema PPh OP

Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud,Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Jadi, pada prinsipnya setiap wajib pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan untuk mengetahui jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak. Namun perlu disadari kondisi Wajib Pajak bermacam-macam, ada Wajib Pajak yang mampu menyelenggarakan pembukuan, disamping itu terdapat pula Wajib Pajak yang tidak mampu menyelenggarakan  pembukuan, terutama Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha kecil. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri termasuk kategori tidak mampu menyelenggarakan pembukuan atau Wajib Pajak kecil dimaksud, disediakan angka yang berbentuk prosentase yang akan digunakan untuk menetapkan besarnya Penghasilan Neto dan Pajak Penghasilan terutang. Sebagaimana diamatkan pasal 28 (2) UU KUP bahwa wajib pajak orang pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikecualikan dari kewajiban melakukan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan.

Pasal 28 ayat (2) UU KUP : 

Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 

Pasal 28 ayat (9) UU KUP : 

Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. 

 

SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Menurut Pasal 1 Angka 11 UU KUP, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT terdiri dari SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, sedangkan SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

Pasal 3 ayat (1) UU KUP menyatakan bahwa : 

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 3 ayat (8) UU KUP menyatakan bahwa : 

Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Orang Pribadi yang tidak diwajibkan menyampaikan SPT sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor-243/PMK.03/2014 jo PMK-9/PMK.03/2018 adalah Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Perubahan Ketiga Pajak Penghasilan 1984 (dikecualikan dari SPT Pasal 25 dan SPT Tahunan)
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas (dikecualikan dari SPT Pasal 25) 

Pasal 3 ayat (6) UU KUP menjelaskan bahwa bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Bentuk formulir SPT seringkali mengalami perubahan, mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku, untuk kesederhanaan sehingga wajib pajak lebih mudah dalam melakukan pengisian, dan mengikuti perkembangan teknologi informasi.

Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-394/PJ./2002 jo Kep-185/PJ./2003, jo kep-141/PJ./2004, jo kep-139/PJ./2005, jo kep-104/PJ./2006 tentang Surat Pemneritahuan Tahunan Pajak Penghasilan WP Badan, Orang Pribadi, dan PPh Pasal 21, untuk SPT Tahunan Orang Pribadi sejak tahun 2002 s.d. 2006 ada dua jenis yaitu :

  1. SPT 1770 : SPT ini diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
  2. SPT 1770 S : SPT ini diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Sejak tahun 2007 muncul 1 jenis SPT lagi, yaitu SPT 1770 SS, dengan dikeluarkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER – 161/PJ/2007 SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana Tahun 2007. 

SPT 1770 SS ini diperuntukkan bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya hanya dari satu pemberi kerja termasuk pensiunan dengan jumlah bruto dari pekerjaan tersebut tidak melebihi Rp.30.000.000,- setahun dan tidak terdapat penghasilan lainnya kecuali penghasilan dari bunga bank dan bunga koperasi.  Sejak Tahun Pajak 2010 dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-34/PJ/2010, batasan penghasilan yang diperkenankan memakai SPT 1770 SS dinaikkan menjadi Rp.60.000.000,-

 

Capita Selecta

Pajak Penghasilan Dokter

Dokter karena keahliannya atau kegiatannya dapat menerima penghasilan berupa :

  1. Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, sebagai pegawai tetap
  2. Honorarium, komisi, atau fee sebagai tenaga ahli
  3. Uang Saku, Uang Presentasi, Uang Rapat karena dokter sebagai peserta kegiatan
  4. Hadiah atau penghargaan, bonus, gratifikasi atau imbalan dalam bentuk lain, karena sebagai dokter yang memberikan keuntungan bagi produsen obat-obatan atau alat kesehatan lainnya
  5. Laba usaha karena sebagai dokter yang membuka praktek.

Untuk mengetahui berapa PPh yang harus dibayar atau dilunasi dokter atas penghasilan yang diterimanya, terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa pembayaran atau pelunasan PPh dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu :

  1. Pemotongan/pemungutan oleh Pihak Pemberi Hasil;
  2. Penyetoran Sendiri oleh Wajib Pajak setelah menghitung dan memperhitungkan PPh Terutang selama satu tahun.

 

Besarnya PPh atas penghasilan berupa gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya yang terkait dengan gaji, honorarium, komisi atau fee, hadiah, bonus, gratifikasi, uang saku, uang presentasi dan uang rapat, yang diberikan oleh pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong, ditentukan melalui penghitungan yang dilakukan oleh pemberi kerja tersebut. PPh yang terutang ini disebut juga dengan PPh Pasal 21 karena diatur dalam PPh Pasal 21 di UU PPh. Tarif yang digunakan adalah :

  1. Tarif Pasal 17 dari dasar pengenaan dan pemotongan PPhPasal 21 yang ditentukan sebesar 50% dari jumlah bruto
  2. Tarif 15% dari jumlah bruto (bersifat final) khusus untuk penghasilan berupa honorarium, uang siding, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun yang dananya berasal dari APBN/APBD serta yang menerimanya PNS/TNI/Polri/Pejabat Negara golongan III/a keatas atau Letnan Dua Keatas.

 

 

    1. Berikut ini adalah pelunasan pajak tahun berjalan yang dapat dikreditkan terhadap PPh terutang dalam satu tahun pajak bagi wajib pajak orang pribadi adalah- kecuali?
      1. PPh Pasal 25
      2. PPh Pasal 21
      3. Pemungutan PPh Pasal 22
      4. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)

Jawaban : D. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)

 

    1. Tuan Santoso seorang PNS menikah dan memiliki seorang istri (tidak bekerja)- serta 2 orang anak- berapakah PTKP Tuan Santoso untuk tahun pajak 2018?
      1. Rp.39.000.000
      2. Rp.60.000.000
      3. Rp.67.500.000
      4. Rp.75.000.000

Jawaban : C. Rp.67.500.000

 

    1. Tuan Donny seorang PNS berdomisili di Manado pada tahun 2018 ia dimutasikan keluar kota- karena hal tersebut ia berniat menjual rumahnya di Manado seharga Rp.300.000.000 Berapa PPh Final yang terutang atas transaksi tersebut ?
      1. Rp.15.000.000
      2. Rp.7.500.000
      3. Rp.6.750.000
      4. Rp.6.000.000

Jawaban : B. Rp.7.500.000

 

    1. Nyonya Angeline Sondakh membuka Butik Batik di Mall Grand Indonesia- kapan harus mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan memiliki NPWP ?
      1. Sebelum membuka Butik
      2. Setelah mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan
      3. Paling lambat 1 bulan setelah mulai beroperasi
      4. Semua jawaban salah

Jawaban : C. Paling lambat 1 bulan setelah mulai beroperasi

 

    1. Tuan Helmi adalah seorang PNS golongan III- setiap bulan beliau mendapatkan tunjangan yang dananya bersumber dari APBN sebesar Rp.25.000.000 berapakah PPh Final yang dipotong ?
      1. Rp.3.750.000
      2. Rp.2.500.000
      3. Rp.1.250.000
      4. Tidak dipotong PPh Final

Jawaban : C. Rp.1.250.000

 

    1. Manakah dari pernyataan berikut yang paling tepat menjelaskan objek pajak penghasilan menurut undang-undang PPh?
      1. Seluruh gaji dan tunjangan yang diterima seorang subjek pajak dalam negeri
      2. Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak- baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia- yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan- dengan nama dan dalam bentuk apapun
      3. Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak- yang berasal dari Indonesia- yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan
      4. Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak- baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia- yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan

Jawaban : B. Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak- baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia- yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan- dengan nama dan dalam bentuk apapun

 

    1. Berapakah Penghasilan Tidak Kena Pajak status K/I/2 untuk Tahun Pajak 2018 ?
      1. Rp.54.000.000
      2. Rp.45.000.000
      3. Rp.67.500.000
      4. Rp.121.500.000

Jawaban : D. Rp.121.500.000

 

    1. Pajak penghasilan merupakan salah satu jenis pajak ?
      1. Objektif
      2. Subjektif
      3. Campuran
      4. Progresif

Jawaban : B. Subjektif

 

    1. Penghasilan dari pekerjaan bebas yaitu kecuali?
      1. Akuntan Publik
      2. Notaris
      3. Duta Besar
      4. Penasehat Hukum

Jawaban : C. Duta Besar

 

    1. Gunawan- status kawin- adalah seorang pedagang besar alat tulis kantor/sekolah- yang dalam tahun 2010 memperoleh penghasilan neto dari usaha dagangnya sebesar Rp 257.890.000 Farida- isteri Gunawan- adalah salah seorang anggota dari Fa Gemilang- Dalam tahun 2010 memperoleh penghasilan gaji sebagai anggota Fa Gemilang Rp 75.000.000 Anggota keluarga yang menjadi tanggungan Pak Gunawan adalah sebagai berikut: Ali- anak kandung- lahir tanggal 23 Oktober 1998, Dewi- anak kandung- lahir tanggal 10 Januari 2010, Budi- seorang adik kandung yang masih kuliah di Universitas GN, Fatimah- ibu mertua- janda pensiunan pegawai Departemen Dalam Negeri- Besarnya PTKP yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Gunawan adalah?
      1. 18.480.000
      2. 34.320.000
      3. 19.800.000
      4. 35.640.000

Jawaban : A. 18.480.000

Soal Nomor 1

Seorang Wajib Pajak Tuan Arserio yang berstatus kawin dan mempunyal 3 (tiga) orang anak memiliki profesi sebagai aktor di Jakarta dengan peredaran usaha sclama Tahun Pajak 2016 sebesar Rpl miliar. Selain itu, Tuan Arserio juga berprofesi sebagai pengacara dengan menjalankan usaha kantor hukum di kota Yogyakarta. Peredaran bruto dari usaha kantor hukum selama Tahun Pajak 2016 sebesar Rp500 juta. Istri Tuan Arserio tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan. Tuan Arserio telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak 3 bulan scjak awal Tahun Pajak 2016. Karena penghasilan yang diperoleh Tuan Arserio dari profesinya sebagai aktor dan dari usaha kantor hukum selama tahun 2016 tidak melebihi Rp4,8 miliar, maka Tuan Arserio bolch menghitung penghasilan neto dari kedua usahanya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Penghitungan Pajak Penghasilan Tuan Arserio yang terutang pada Tahun Pajak 2016 adalah

Jawaban Nomor 1

Persentase penghasilan neto untuk profesi aktor di kota Jakarta adalah sesuai dengan norma KLU 90002 untuk 10 ibukota provinsi yaitu sebesar 50%, sedangkan persentase penghasilan neto untuk usaha kantor hukum di kota Yogyakarta adalah sesuai dengan norma KLU 69100 untuk kota provinsi lainnya yaitu sebesar 50%.
Penghasilan neto dari profesi aktor: 50% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp500.000.000,00
Penghasilan neto dari usaha kantor hukum: 50% x Rp500.000.000,00 = Rp250.000.000,00
Jumlah penghasilan neto = Rp750.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun untuk status K/3 = Rp 32.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Rp717.600.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00-Rp 2.500.000,00
15% x Rp200.000.000,00=Rp 30.000.000,00
25% x Rp250.000.000,00=Rp 62.500.000,00
30% x Rp217.600.000,00-Rp 65.280.000,00

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 160.280.000,00

Soal Nomor 2

Seorang Wajib Pajak baru memiliki usaha sebagai pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dalam satu bulan diperkirakan sebesar Rp. 15.000.000,00 Ia kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar adalah

Jawaban Nomor 2

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut :
Jumlah peredaran setahun = 12 X Rp. 15.000.000,00 = Rp. 180.000.000,00
Persentase penghasilan menurut norma Kode 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp. 180.000.000,00 = Rp. 45.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak= Rp. 45.000.000,00 – Rp. 7.200.000,00 = Rp. 37.800.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang = 5% X Rp. 37.800.000,00 = Rp. 1.890.000,00
pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar = 1/12 X Rp. 1.890.000,00 = Rp. 157.500,00

  • Definisi

 

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
  2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus yang pembayarannya melewati jangka waktu 2(dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja, berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,dan pembayaran lain sejenis;
  4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
  5. Imbalan kepada Bukan Pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada Bukan Pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis lainnya;
  6. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Bersifat Berkesinambungan adalah imbalan kepada Bukan Pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
  7. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
  8. Imbalan atau penggantian dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya sehubungan dengan pekerjaan dan jasa.

Terkait dengan penghasilan-penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21, perlu kiranya bagi kita untuk mengetahui juga penghasilan-penghasilan yang diterima karyawan tetapi tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Tidak semua imbalan yang diberikan kepada karyawan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21, ada juga yang dikecualikan antara lain :

  1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
  2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang meliputi:
  3. Makanan/minuman/bahan makanan/bahan minuman bagi seluruh pegawai
  4. Natura/Kenikmatan di daerah tertentu
  5. Natura/Kenikmatan untuk keharusan pekerjaan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan berdasarkan ketentuan perundangan
  6. Natura/Kenikmatan bersumber/dibiayai APBN/APBD/APBDesa
  7. Natura/Kenikmatan dengan Jenis dan/atau Batasan Tertentu
  8. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
  9. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeiuk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  10. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Secara sederhana yang bertindak sebagai pemotong PPh Pasal 21 adalah pihak yang membayarkan penghasilan kepada orang pribadi atas pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan. Pemotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:

  1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang. perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukanpegawai;
  2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah. termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI /POLRI.Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah,lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri. yang membayarkan gaji.Upah, honorarium, tunjangan. dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,jasa, dan kegiatan;
  3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan¬badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
  4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar
  5. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
  6. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
  7. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang
  8. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

Tetapi perlu kita perhatikan juga bahwa ada pemberi Kerja yang dikecualikan sebagai pemotong PPh Pasal 21, yaitu:

  1. Kantor perwakilan negera asing;
  2. Organisasi internasional yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan;
  3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

 

 

  • Pengantar PPh Pemotongan dan Pemungutan

PPh Potong Pungut merupakan salah satu aspek dari materi Pajak Penghasilan. Apabila PPh Orang Pribadi dan PPh Badan melihat dari sisi self assesment Wajib Pajak yang bersangkutan, maka PPh Potong Pungut ini lebih menekankan pada aspek witholding system, yaitu aspek pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Tentunya apabila kita ingin belajar materi Pajak Penghasilan secara komprehensif, maka ketiga bidang ini harus kita kuasa secara menyeluruh. Penulis berusaha menyajikan modul ini dengan sistematika yang sederhana sehingga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang memadai bagi pembaca. Sebagaimana telah kita ketahui, pada dasarnya sistem pemungutan pajak di Indonesia menganut 2 sistem yaitu self assesment system dan witholding system. Kedua jenis sistem tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

 PPh Potong Pungut adalah merupakan penerapan dari sistem perpajakan yang menggunakan Witholding System,dimana pajak yang dibayar seseorang atau badan, dipotong dan dipungut Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga. Dalam Witholding System pihak ketiga berkewajiban:

  • memotong atau memungut pajak dari penerima penghasilan
  • menyetorkan pajak tersebut ke kas negara lewat bank persepsi/kantor pos
  • melaporkan pemotongan/ pemungutan pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak

Pada dasarnya PPh Potong dan Pungut merupakan pajak yang dibayar dalam tahun pajak berjalan (Prepaid Tax), hal ini dimaksudkan agar pelunasan pajak tersebut mendekati jumlah pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, sehingga dapat meringankan beban di akhir tahun. Tetapi tidak termasuk dalam kategori prepaid taxes adalah PPh Final yang pengenaan pajaknya sudah paripurna atau tanpa ada penghitungan ulang. PPh Potong Pungut dapat diklasifikasikan menjadi 6 jenis pajak, yaitu :

  1. PPh Pasal 21

Merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan (active income) yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri;

  1. PPh Pasal 22

Penerapan dari PPh pasal 22 adalah pemungutan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan pembelian barang oleh pemungut PPh Pasal 22, karena tidak setiap Wajib Pajak dapat memungut PPh Pasal 22. Pemungut PPh Pasal 22 ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Direktur Jenderal Pajak;

  1. PPh Pasal 23

Merupakan pajak yang terkait dengan penghasilan dari pemanfaatan modal/aktiva (passive income) dan pemanfaatan jasa (active income) yang diterima/diperoleh subyek pajak dalam negeri;

  1. PPh Pasal 26

Merupakan pajak yang terkait dengan penerima penghasilan yang berasal dari subyek pajak luar negeri baik berasal dari active maupun passive income;

  1. PPh Pasal 4 ayat (2)

Merupakan pajak yang bersifat Final (khusus) atas obyek-obyek pajak tertentu. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

  1. PPh Pasal 15

Merupakan pajak yang bersifat Final dan terkait dengan penghasilan yang menggunakan norma penghitungan khusus deemed profit.

 

  • Tarif PPh Pasal 21 Final

a) Uang Pesangon

b) Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

Tarif diterapkan atas jumlah kumulatif penghasilan dalam tahun kalender

c) Honorarium yang Dibayarkan kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI Polri yang Sumber Dananya Dari APBN/APBD

Atas honorarium atau imbalan lainnya, selain penghasilan yang tetap dan teratursetiap bulan, yang dibayarkan kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari APBN/APBD dikenai PPh Final. Pajak Penghasilan pasal 21 sebagaimana dimaksud di atas bersifat final dengan tarif:

  1. Sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
  2. Sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;
  3. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

 

  • Tunjangan Vs Pajak Ditanggung Pemberi Kerja

Tunjangan pajak dan dan pajak ditanggung pemberi kerja keduanya merupakan pengeluaran kepada pegawai. Meskipun kelihalannya nyaris sama. Kedua pengeluaran tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan di mata pajak, yaitu sebagai berikut:

 

TUNJANGAN PAJAK

PAJAK DITANGGUNG PEMBERI KERJA

Tidak ditentukan oleh besarnya PPh Pasal 21 pegawai

Tergantung besarnya  PPh     Pasal            21

Pegawai

Jumlahnya      relatif  tetap    setiap            bulan.

jumlahnya tidak harus sama dengan PPh Pasal 21 pegawai

Jumlahnya sama besar dengan PPh Pasal 21 pegawai

Biaya yang bisa dikurangkan (deductible) bagi pemberi kerja

Biaya yang tidak bisa dikurangkan (nondeductible) bagi pemberi kerja

Termasuk penghasilan yang obyek pajak PPh Pasal 21 bagi pegawai yang bersangkutan

Termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak bagi pegawai yang bersangkutan karena termasuk natura (benefit in kind)


Apabila pemberi kerja mengambil kebijakan untuk menanggung semua PPh Pasal 21 pegawai tetapi sekaligus ingin membiayakan pengeluaran tersebut. maka jumlah tunjangan pajak setiap pegawai bisa dihitung sedemikian rupa sehingga jumlahnya sama dengan PPh Pasal 21 pegawai yang bersangkutan (Gross-up method).

 

 

    1. STELA status Wanita Kawin mempunyai 2 (dua) anak kandung. Oleh karena Suami STELA berpenghasilan minim- STELA menanggung Ibu kandungnya juga yang tidak mempunyai pekerjaan. Status PTKP STELA adalah?
      1. Kawin- Tanggungan 3 (K/3)
      2. Tidak Kawin- Tanggungan 3 (TK/3)
      3. Kawin- Tanggungan 2 (K/2)
      4. Tidak Kawin- Tanggungan 0 (TK/0)

Jawaban : D. Tidak Kawin- Tanggungan 0 (TK/0)

 

    1. ARIFIN bekerja pada PT. RAYA dengan gaji sebulan Rp. 10.000.000 ARIFIN membayar Iuran pension sebesar Rp. 500.000 sebulan. Pada bulan Maret 2015 ARIFIN menerima jasa produksi tahun 2014 dari PT. RAYA sebesar Rp. 60.000.000 dan pada tanggal 15 April 2015 menerima bonus sebesar Rp. 100.000.000. ARIFIN telah berNPWP dan berstatus bujangan. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT. RAYA atas jasa produksi dan bonus yang dibayarkan kepada ARIFIN adalah ?
      1. Jasa Produksi Rp. 9.000.000 dan bonus Rp. 10.000.000
      2. Jasa Produksi Rp. 9.000.000 dan bonus Rp. 15.000.000
      3. Jasa Produksi Rp. 4.270.000 dan bonus Rp. 10.000.000
      4. Jasa Produksi Rp. 4.270.000 dan bonus Rp. 15.000.000

Jawaban : B. Jasa Produksi Rp. 9.000.000 dan bonus Rp. 15.000.000

 

    1. MAIKEL (NPWP:07.987.546.7-821.000) melakukan jasa perbaikan computer kepada PT. SENTOSA dengan fee sebesar Rp. 7.000.000 Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT. SENTOSA atas pembayaran fee kepada MAIKEL adalah ?
      1. Rp. 350.000
      2. Rp. 175.000
      3. Rp. 200.000
      4. Rp. 275.000

Jawaban : B. Rp. 175.000

 

    1. STEPHANY bekerja pada PT WISESA. Pada tanggal 1 Januari 2016 telah berhenti bekerja pada PT WISESA karena pensiun. Pada bulan Maret 2016 STEPHANY menerima jasa produksi tahun2015 dari WISESA sebesar Rp51.000.000 PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT. WISESA adalah ?
      1. Rp. 3.250.000
      2. Rp. 2.500.000
      3. Rp. 2.650.000
      4. Rp. 7.650.000

Jawaban : C. Rp. 2.650.000

 

    1. Berikut ini yang tidak termasuk pemotong PPh Pasal 21 adalah ?
      1. Dana Pensiun- Badan Penyelenggara JaminanSosial Tenaga Kerja- dan badan-badan lain
      2. Penyelenggara kegiatan- termasuk badanpemerintah- organisasi yang bersifat nasionaldan internasional
      3. Kantor perwakilan Negara asing
      4. Bendahara Pemerintah

Jawaban : C. Kantor perwakilan Negara asing

 

    1. Berikut ini yang bukan merupakan Subjek Pajak PPh Pasal 21 adalah ?
      1. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawasyang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetappada perusahaan yang sama
      2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat
      3. Mantan pegawai
      4. Peserta kegiatan yang menerima ataumemperoleh penghasilan sehubungan dengankeikutsertaannya dalam suatu kegiatan

Jawaban : B. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat

 

    1. Mr. James- berkebangsaan Amerika dan tinggal di Indonesia sejak 2018. Mr. James adalah seorang pejabat di Kedutaan besar Amerika. Pada bulan November 2019- di setiap hari Sabtu- Mr. James bekerja sebagai pengajar di salah satu Universitas di Jakarta sebagai pegawai tidak tetap. Status perpajakan Mr. James di Indonesia adalah ?
      1. Subjek Pajak Dalam negeri
      2. Subjek Pajak Luar Negeri
      3. Tidak termasuk sebagai Subjek Pajak
      4. Mr. James dapat memilih menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri atau Subjek Pajak Luar Negeri

Jawaban : A. Subjek Pajak Dalam Negeri

 

    1. Bapak Ahmad memiliki usaha industri mainan anak. Pada bulan Januari 2018 mengadakan acara rekreasi bersama untuk seluruh karyawan ke pulau Dewata. Bila bapak Ahmad menyelenggarakan pembukuan maka perlakuan biaya rekreasi ini terhadap penentuan besarnya penghasilan neto adalah ?
      1. Dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena dinikmati oleh seluruh karyawan
      2. Dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan biaya
      3. Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan natura
      4. Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan biaya

Jawaban : C. Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan natura

 

    1. Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diterapkan terhadap warisan yang belum terbagi adalah ?
      1. Sesuai dengan tanggungan wajib pajak yang meninggal
      2. Sesuai dengan PTKP ahli waris yang mempunyai tanggungan
      3. Warisan yang belum terbagi tidak ada PTKP nya
      4. Sesuai dengan PTKP yang mewakili wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya

Jawaban : C. Warisan yang belum terbagi tidak ada PTKP nya

 

    1. Dr. Andhika adalah seorang dokter spesialis jantung. Selain bekerja sebagai dokter tetap di salah satu rumah sakit- Dr. Andhika juga menjalankan usaha klinik pelayanan kedokteran. Atas usaha klinik tersebut- Dr. Andhika menyelenggarakan pembukuan. Berikut ini adalah pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah ?
      1. Biaya pembelian obat-obatan untuk kebutuhan klinik
      2. Biaya penyusutan alat-alat kedokteran
      3. Biaya pembayaran iuran keanggotaan asosiasi kedokteran
      4. Biaya asuransi kesehatan anggota keluarganya

Jawaban : D. Biaya asuransi kesehatan anggota keluarganya

Soal Nomor 1

Karta adalah pegawai yang menikah dengan dua anak dan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000. Perusahaan mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0.5% dan 0.3% dari gaji. Perusahan menanggung iuran JHT setiap bulan yakni 3.7% dari gaji, sedangkan Karta membayar iuran JHT sebesar 2% dari gaji tiap bulan. Di samping itu, perusahaan juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya dengan membayar iuran pensiun untuk Karta ke dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menkeu, setiap bulan sebesar Rp 300.000,00. Karta sendiri membayar iuran pensiun sebesar Rp 400.000,00. Bagaimanakah penghitungan PPh 21 atas Karta?

Jawaban Nomor 1

 

Soal Nomor 2

Andi merupakan pegawai PT Y yang mendapatkan promosi dan kenaikan gaji pada tahun 2019. Selama bulan Januari-Juni (6 bulan) Gaji andi sebesar Rp. 5.500.000, dan mendapatkan kenaikan menjadi Rp.7.000.000 di bayarkan bulan Juli 2019. Perusahaan mengikuti program pensiun untuk pegawainya dengan membayar iuran pensiun untuk Andi ke dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menkeu, setiap bulan sebesar Rp 300.000,00. Andi sendiri membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000,00 setiap bulan selama 2019. PPh 21 yang sudah dipotong sebelum kenaikan gaji sebesar Rp. 26.250/bulan, kemudian selama Juli-November total sudah dipotong Rp. 487.500.000. Bagaimana penghitungan PPh 21 atas Andi untuk bulan Desember 2019?

Jawaban Nomor 2

 

  1. PPh 22
  • Objek Pajak dan Pemungut Pajak
  • Bendahara Pemerintah

Objek Pajak

Pembelian barang di atas Rp 2.000.000 dalam jumlah yang tidak terpecah-pecah

Tarif

PPh Pasal 22 = 1.5% x Nilai Pembelian (excl. PPN)

Sifat

Tidak Final

Saat terutang

Saat pembayaran

Saat penyetoran

Disetor dalam hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran

(untuk kuasa pengguna Anggaran)

Disetor Paling lama 7 hari setelah tanggal pelaksanaan Pembayaran (untuk bendahara Pengeluaran)

Saat pelaporan

Dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir 

 

  • BUMN & Badan Usaha Tertentu

Objek Pajak

Pembelian barang di atas Rp 10.000.000 dalam jumlah yang tidak terpecah-pecah

Tarif

PPh Pasal 22 = 1.5% x Nilai Pembelian (excl. PPN)

Sifat

Tidak Final

Saat terutang

Saat pembayaran

Saat penyetoran

Disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Saat pelaporan

Dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

 

  • Bank Devisa dan Ditjen Bea Cukai

Objek Pajak

Impor Barang

Tarif







Lampiran I                                                 = 10% x Nilai Impor

Lampiran II                                                =  7,5% x Nilai Impor

Lampiran III (Dengan Api)                        =  0,5% x Nilai Impor

Selain Lamp I, II , III dengan API           = 2.5% x Nilai Impor

Selain Lamp I, II ,Tanpa       API             = 7.5% x Nilai Impor

Barang tidak dikuasai                                = 7.5% x Nilai Lelang
API (Angka Pengenal Impor)

Sifat

Tidak Final

Saat terutang

a.Saat pembayaran Bea Masuk

b.Penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang

   (PIB) jika Bea Masuk dibebaskan

Saat penyetoran

Disetor dalam jangka waktu sehari sejak pemungutan dilakukan

Saat pelaporan

Dilaporkan secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya

 

  • Ditjen Bea Cukai

Objek Pajak

Ekspor Barang Batubara, Mineral Logam, dan Mineral Bukan Logam(Lampiran IV PMK-34/PMK.010/2017 dan perubahannya) yang dilakukan oleh Eksportir Kecuali yang dilakukan oleh WP yang terikat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan dan Kontrak Karya 

Tarif

  Tarif =  1,5% x Nilai Ekspor (dalam PEB)

Sifat

  Tidak Final

Saat terutang

Saat Penyelesaian dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

Saat penyetoran

Disetor dalam jangka waktu sehari sejak pemungutan dilakukan

Saat pelaporan

Dilaporkan secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya

 

  • Produsen atau Importir atas Penjualan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Pelumas

Objek Pajak

Penjualan

Tarif

 

Penjualan Oleh Selain Pertamina & Anak Pertamina

Penjualan Oleh Pertamina & Anak

Pertamina

(persentase dari

Bahan Bakar Minyak

 

 

penjualan)

Kepada Agen/Penyalur (Final)

 

0.3%

0.25%

 

Bukan Kepada Agen/Penyalur

0.3%

0.3%

 

Bahan Bakar Gas

 

 

 

 

Kepada Agen/Penyalur (Final)

 

0.3%

0.3 %

 

Bukan Kepada Agen/Penyalur

0.3%

0.3 %

 

Pelumas

0.3%

0.3 %

Sifat

Final untuk penyalur/agen

 

Tidak Final untuk selain penyalur/agen

Tarif Tanpa NPWP 100% lebih tinggi

Saat terutang

Saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang

 

(Delivery Order)

Saat penyetoran

Disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya 

Saat pelaporan

Dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

 

  • Industri/Eksportir Di Bidang Perhutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan

Pemungut

●       Industri/ Eksportir bidang Perhutanan

●       Industri/ Eksportir bidang Perkebunan

●       Industri/ Eksportir bidang Pertanian

●       Industri/ Eksportir bidang Perikanan 

Objek Pajak

Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor   (bahan-bahan ini belum melalui proses produksi) dengan nilai pembelilan diatas Rp 20.000.000

Tarif

PPh Pasal 22 = 0.25% x Nilai Pembelian (excl. PPN)

Sifat

Tidak Final, Tanpa NPWP tarif 100% lebih tinggi

Saat terutang

Saat pembelian

Saat penyetoran

Disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya

Saat pelaporan

Dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

 

  • Badan Usaha atau Industri Atas Pembelian Barang Tambang Selain Migas

Objek Pajak

Pembelian  Batubara, Mineral Logam, dan Mineral Bukan Logam, dari Badan atau orang pribadi pemegang izin usaha Pertambangan

Tarif

 

  Jika ada NPWP = 1,5% X Nilai Pembelian

Jika non NPWP = 3% X Nilai Pembelian

 Nilai Pembelian tidak termasuk PPN

Sifat

Tidak Final

Saat terutang

Saat pembelian

Saat penyetoran

Disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Saat pelaporan

Dilaporkan secara mingguan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

 

  • Badan Usaha Atas Penjualan Emas Batangan

Objek Pajak

Penjualan Emas Batangan oleh Badan Usaha

Tarif







Jika ada NPWP = 0,45% X Harga Jual

Jika non NPWP = 0,90% X Harga jual

 

Sifat

Tidak Final

Saat terutang

Saat penjualan

Saat penyetoran

Disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Saat pelaporan

Dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

 

  • Non Objek PPh 22

 

Rincian Non Obyek PPh Pasal 22

Keterangan

  1. lmpor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh

Perlu SKB PPh Pasal 22

  1. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan BM dan atau PPN seperti

a)     Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnyayang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balikdan cukai;

b)     Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;

c)     Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum,amal, sosial, atau kebudayaan;

d)     barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;

e)     barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

f)      barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;

g)     peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

h)     barang pindahan;

i)      barang pribadi penumpang awak sarana pengangkut,pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perudang-undangan Pabean;

j)      barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau PemerintahDaerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; persenjataan, amunisi, dan perlengkapan mititer, termasuk suku cadang yang diperuntukan bagi keperluan pertahanan dan keamanannegara

k)     barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara

l)      vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);

m)   buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

n)     kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau,dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan pengkapan ikan nasional;

o)     pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaanyang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;

p)     kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;

q)     peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia

r)      barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama;

s)      barang untuk kegiatan usaha panas bumi.

 

dilaksanakan

oleh Direktorat Jenderal Bea

(DJBC) sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

 

●       Impor kembali ( re-impor).yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan. pengerjaan dan pengujian. yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

 








Tanpa SKB PPh Pasal 22

 

●       Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 (Dua Juta Rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecahOleh Bendaharawan Pemerintah;

 

1.     Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000(Sepuluh Juta Rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecaholeh Pemungut BUMN;

2.     Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak. listrik. gas.air minum/PDAM dan benda-benda pos; Pemungut Bendaharawan Pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran dan BUMN

3.     Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari: kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;

4.     Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi;

5.     Pembayaran atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang jumlahnya paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah- pecah;

6.     pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh Badan Usaha Milik Negara.

 

  Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang

perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor; (harus ada SKB)

 

●       Pembayaran / pencairan dana jaring pengaman sosial (JPS)oleh kantor perbendaharaan dan kas negara;     

●       Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

 

●       Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22

●       Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan kepada Bank Indonesia.

 

  1. PPh 23
  • Pemotong PPh 23

Wajib Pajak yang dikenai kewajiban memotong PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:

  1. Badan Pemerintah, Wajib Pajak Badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan perwakilan perusahaan luar negeri di Indonesia.
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 (ada surat keputusan penunjukan) sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-50/PJ/1994 yaitu:
  • Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali camat PPAT),pengacara dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan
  • Wajib Pajak orang pribadi tersebut wajib memotong PPh Pasal 23 atas penghasilan dari sewa.
  • Objek Pajak

Secara garis besar klasifikasi objek PPh Pasal 23 dapat dijabarkan sebagai berikut :

  • Tarif 15 % :
  1. Dividen
  2. Bunga
  3. Royalti
  4. Hadiah
  • Tarif 2% :
  1. Sewa Harta
  2. Jasa (Jasa Konsultan, Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi dan Jasa lain)

Pemotong dalam PPh 23 yaitu Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Dalam Negeri yang ditunjuk serta Wajib Orang Pribadi yang melakukan usaha dengan menggunakan pembukuan (khusus sewa). Untuk penghasilan bruto yang dipotong untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu hanya Passive Income. Kalau, untuk Wajib Pajak Badan yang dipotong yaitu Active Income. Penghasilan yang dipotong bersifat tidak final

  • Dikecualikan Dari Pemotong PPh 23

Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah:

  1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
  2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
  3. Dividen yang tidak termasuk objek pajak.
  4. Dividen yang diterima oleh orang pribadi (dikenakan PPh Final).
  5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;
  6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
  7. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

  • Dasar Pengenaan PPh Pasal 23

Sejak 1 Januari 2009, semua dasar pengenaan PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto (sebelumnya ada dua: penghasilan bruto dan perkiraan penghasilan neto). Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh Pemotong Pajak.

 

  1. PPh 26
  • Objek Pajak

Tarif 20% dari Penghasilan Bruto atau tarif Tax Treaty atas penghasilan berupa:

  1. Dividen
  2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan denganjaminan pengembalian utang
  3. Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
  4. Imbalan sehubunga dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
  5. Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
  6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
  7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
  8. Keuntungan karena pembebasan utang.

 

  1. PPh 4 ayat 2
  • Objek Pajak

Berikut di bawah ini dijelaskan secara ringkas aspek PPh final sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yaitu :

  1. Persewaan Tanah dan/atau bangunan (Tarif : 10%)
  2. Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (Tarif : 0 – 2,5%)
  3. Bunga Deposito/Tabungan/Diskonto SBI (Tarif : 20%)
  4. Bunga Simpanan Anggota Koperasi (Tarif : 10%)
  5. Bunga/Diskonto Obligasi (Tarif : 0 – 20%)
  6. Transaksi Saham di Bursa Efek Dan hadiah Terkait Undian (Tarif : 0,1 – 0,5%)
  7. Jasa Konstruksi (Tarif : 2-6%)

 

  1. PPh 15
  • Objek Pajak

Berikut ini objek-objek PPh Pasal 15 atau norma penghitungan khusus:

  1. Jasa Pelayaran Dalam Negeri (Tarif : 1,2%)
  2. Jasa Penerbangan Dalam Negeri (Tarif : 1,8%)
  3. Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (Tarif : 6% dari peredaran bruto. Sedangkan besarnya PPh yang wajib dilunasi adalah sebesar 2.64% dari peredaran bruto dan bersifat final.)
  4. Kantor Perwakilan Dagang Asing (Tarif : 1% dari nilai ekspor bruto. Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak tersebut adalah sebesar 0.44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final
  5. Jasa Maklon Internasional Mainan Anak-Anak (Tarif : 7%)
  6. Bangun Guna Serah (Tarfi : 5%)
    1. Yang tidak termasuk Karakteristik PPh Final adalah:
      1. Pengenaannya diatur secara khusus dengan Peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Menteri Keuangan
      2. Atas PPh Final yang dipotong baik sendiri maupun pihak lain dapat dikreditkan
      3. PPh Final tidak perlu digabung dengan penghasilan yang tidak bersifat final karena prinsipnya apabila dikenakan PPh final maka dianggap telah tuntas/selesai
      4. Setiap biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan (Non Deductible)

Jawaban : B. Atas PPh Final yang dipotong baik sendiri maupun pihak lain dapat dikreditkan

 

    1. Apabila terdapat pembagian deviden kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang berasal dari cadangan laba ditahan dan kepemilikan saham diatas 25% maka perlakuan nya adalah ?
      1. Dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 15%
      2. Dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 10%
      3. Dipotong PPh Pasal 4(2) dengan tarif 15%
      4. Dipotong PPh Pasal 4(2) dengan tarif 10%

Jawaban : D. Dipotong PPh Pasal 4(2) dengan tarif 10%

 

    1. Pengecualian Pemungutan bagi Bendahara Pemerintah untuk jenis Pajak PPh Pasal 22 adalah untuk transaksi yang tidak terpecah-pecah dengan nilai sebesar ?
      1. Rp1.000.000
      2. Rp1.100.000
      3. Rp2.000.000
      4. Rp2.200.000

Jawaban : C. Rp2.000.000

 

    1. Batasan maksimal barang pribadi penumpang- awak sarana pengangkut dan pelintas batas yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 impor- bagi setiap orang adalah sebesar ?
      1. 500 USD per orang
      2. 1000 USD per keluarga
      3. 1250 USD
      4. Rp10.000.000

Jawaban : D. Rp10.000.000

 

    1. Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan- termasuk badan usaha yang memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga dikenakan PPh Pasal 22 sebesar ?
      1. 0.5% apabila memiliki NPWP
      2. 0.9% apabila tidak memiliki NPWP
      3. Tidak dikenakan atas transaksi dibawah 100 gram
      4. Tidak dikenakan apabila nilai transaksi dibawah Rp 10.000.000.-

Jawaban : B. 0.9% apabila tidak memiliki NPWP

 

    1. Ketentuan mengenai dasar pemungutan- kriteria- sifat- dan besarnya pungutan pajak penghasilan Pasal 22 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor ?
      1. 107/PMK.010/2015
      2. 34/PMK.010/2017
      3. 110/PMK.010/2018
      4. 16/PMK.010/2016

Jawaban : C. 110/PMK.010/2018

 

    1. UD Maju Tak Gentar terdaftar di KPP Pratama Jakarta Pulogadung mempunyai usaha perdagangan eceran bahan bangunan. UD. Maju Tak Gentar telah memiliki NPWP dan menerapkan pembukuan dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Transaksi yang dilakukan- yaitu pada tanggal 8 Januari 2020 membayar biaya sewa gudang kepada pak Widodo (Non NPWP) sebesar Rp 9.000.000. Pada tanggal 15 Januari 2020 membayar biaya sewa peralatan pesta kepada Ibu Wajinah (Non NPWP) Rp 6.000.000. dan tanggal 27 Januari 2020 membayar biaya notaris Rp 15.000.000 kepada Firma Waginah (Memiliki NPWP). Kewajiban yang harus dilakukan oleh UD. Maju Tak Gentar adalah ?
      1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas transaksi sewa gudang- dan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa peralatan pesta dan biaya notaris
      2. Tidak perlu melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas transaksi sewa gudang- dan tidak perlu melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa peralatan pesta karena lawan transaksi tidak memiliki NPWP
      3. Hanya perlu melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 karena merupakan PPh Final sehingga lawan transaksi tidak harus memiliki NPWP dan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas biaya notaris
      4. Melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas transaksi sewa gudang- dan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa peralatan pesta- serta melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas biaya notaris

Jawaban : A. Melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas transaksi sewa gudang- dan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa peralatan pesta dan biaya notaris

 

    1. Dibawah ini merupakan badan usaha yang tidak dikenakan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima- kecuali ?
      1. Perseroan Terbatas- Koperasi- BUMD- BUMN- yang menerima dividen dengan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen di atas 25% dari jumlah modal yang disetor
      2. Perseroan Terbatas- Koperasi- BUMD- BUMN- yang menerima dividen dengan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen di bawah 25% dari jumlah modal yang disetor
      3. Perseroan Terbatas- Yayasan- BUMD- BUMN- yang menerima dividen dengan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen lebih dari 25% dari jumlah modal yang disetor
      4. Seluruh Perseroan Terbatas- Yayasan- Koperasi- BUMD- BUMN- yang menerima dividen dengan tidak memperhatikan nominal kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen

Jawaban : B. Perseroan Terbatas- Koperasi- BUMD- BUMN- yang menerima dividen dengan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen di bawah 25% dari jumlah modal yang disetor

 

    1. Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi PPh dari suatu BUT di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (atau sesuai tarif P3B)- kecuali seluruh penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dalam bentuk sebagai berikut- kecuali ?
      1. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri
      2. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di indonesia sebagai pemegang saham
      3. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia
      4. Investasi berupa aktiva berwujud oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Negara lain yang memiliki perjanjian P3B

Jawaban : D. Investasi berupa aktiva berwujud oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Negara lain yang memiliki perjanjian P3B

 

    1. Penghasilan bruto perusahaan pelayaran dalam negeri termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari ?
      1. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia
      2. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia
      3. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia
      4. semua jawaban benar

Jawaban : D. semua jawaban benar

Soal Nomor 1

PT. Rajin Import merupakan Importir dengan API 18024. Pada bulan Januari 2019 telah melakukan impor barang berupa parfum (Nomor HS 3303.00.00) dari Belanda seharga USD 100.000 (CIF) .Di mana Bea Masuk atas impor tersebut ditetapkan sebesar 30%, PPN Impor 10% dan PPnBM sebesar 20%.
Berapakah PPh Pasal 22 yang harus dibayar importir tersebut seandainya kurs yang ditetapkan untuk saat ini adalah Rp 10.000?

Jawaban Nomor 1

CIF = 100.000
Bea Masuk (30%) = 30.000
Nilai Impor = 130.000

PPh Pasal 22 Impor

10% x 130.000 x 10.000 = 130.000.000

Soal Nomor 2

Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp240.000,00
Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp245.000,00
Bunga dibayarkan pada bulan April sebesar Rp500.000,00 dengan rincian:
Bulan Januari Rp. 250.000,00
Bulan Februari Rp. 150.000,00
Bulan Maret Rp. l00.000,00
PPh terutang untuk masa Januari Februari dan Maret adalah?

Jawaban Nomor 2

1. Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp 240.000,00 untuk masa Januari, maka PPh terutang 0% x Rp 240.000,00 = Rp 0,00
2. Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp 245.000,00 untuk masa Januari, maka PPh terutang 10% x Rp 245.000,00 = Rp24.500,00
3. Maka yang dikenakan PPh 10% adalah bunga bulan Januari sebesar 10% x Rp 250.000,00 = Rp 25.000,00 dan untuk bulan Februari dan Maret RP 0,00

Ditinjau dari dari jenis subjeknya pada dasarnya jenis penghasilan untuk wajib pajak badan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu penghasilan yang diterima Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Subjek Pajak Badan Luar Negeri melalui BUT dan Subjek Pajak Luar Negeri non BUT seperti terlihat pada tabel.

Subjek Pajak

Jenis Penghasilan

Dasar Hukum

Subjek Pajak Badan Dalam Negeri

Objek Pajak Badan dalam negeri adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan tersebut dengan prinsip WWI (World Wide Income), yang diterima baik dari dalam maupun luar negeri

Pasal 4 UU PPh

Subjek Pajak Badan Luar Negeri (BUT)

–       penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.

–       penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.

–       penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan

yang memberikan penghasilan dimaksud.

Pasal 5 UU PPh

Subjek Pajak Badan Luar Negeri (Non BUT)

Penghasilan WP Badan Luar Negeri bukan BUT adalah penghasilan-penghasilan yang diterima atau diperoleh badan luar negeri yang bukan berasal dari usaha/kegiatan di Indonesia tetapi berupa penghasilan modal (passive income). Contohnya : adalah penghasilan dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah, maupun capital gain.

Pasal 26

UU PPh

 

  • Objek Pajak PPh Badan

Ditinjau dari sifat pengenaan pajaknya, penghasilan yang merupakan Objek PPh Badan dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu :

  1. Penghasilan yang merupakan Objek PPh yang bersifat tidak Final (Pasal 4 (1) UU PPh)
  2. Penghasilan yang merupakan Objek PPh yang bersifat Final (Pasal 4 (2) UU PPh)
  3. Penghasilan yang bukan merupakan Objek PPh (Pasal 4 (3) UU PPh)

Ditinjau dari dari jenis subjeknya pada dasarnya jenis penghasilan untuk wajib pajak badan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu penghasilan yang diterima Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Subjek Pajak Badan Luar Negeri melalui BUT dan Subjek Pajak Luar Negeri non BUT seperti terlihat pada tabel.

Subjek Pajak

Jenis Penghasilan

Dasar Hukum

Subjek Pajak Badan Dalam Negeri

Objek Pajak Badan dalam negeri adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan tersebut dengan prinsip WWI (World Wide Income), yang diterima baik dari dalam maupun luar negeri

Pasal 4 UU PPh

Subjek Pajak Badan Luar Negeri (BUT)

●        penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.

●        penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.

●        penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan

yang memberikan penghasilan dimaksud.

Pasal 5 UU PPh

Subjek Pajak Badan Luar Negeri (Non BUT)

Penghasilan WP Badan Luar Negeri bukan BUT adalah penghasilan-penghasilan yang diterima atau diperoleh badan luar negeri yang bukan berasal dari usaha/kegiatan di Indonesia tetapi berupa penghasilan modal (passive income). Contohnya : adalah penghasilan dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah, maupun capital gain.

Pasal 26 

UU PPh

 

Ditinjau dari sifat pengenaan pajaknya, penghasilan yang merupakan Objek PPh Badan dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu :

  • Penghasilan yang merupakan Objek PPh yang bersifat tidak Final (Pasal 4  (1) UU PPh)
  • Penghasilan yang merupakan Objek PPh yang bersifat Final (Pasal 4 (2)  UU PPh)
  • Penghasilan yang bukan merupakan Objek PPh (Pasal 4 (3) UU PPh)

 

  • Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan Badan

Dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh, tidak termasuk pengertian “Subjek Pajak Badan” adalah unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

  1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;dan
  4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;

Contoh dari yang tidak temasuk subjek pajak berdasarkan pasal ini misalnya : Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan. Selain itu dalam Pasal 3 ayat (1) UU PPh dinyatakan bahwa yang tidak termasuk subjek pajak badan adalah :

  1. Kantor perwakilan negara asing
  2. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 3 ayat (2) UU PPh). Sesuai dengan kelaziman yang berlaku secara Internasional, bahwa kantor perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabatnya, serta orang yang diperbantukan, serta tinggal bersama mereka dengan syarat bukan WNI tidak melakukan kegiatan lain serta negara asing tersebut memberikan perlakuan yang sama (azas timbal balik) dikecualikan sebagai subjek pajak. Organisasi Internasional adalah organisasi/badan/lembaga/ asosiasi/ perhimpunan/forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama. Organisasi Internasional yang dikecualikan sebagai subjek pajak dapat dilihat pada lampiran 1 buku ini. Apabila ada organisasi internasional, tetapi tidak termasuk dalam daftar dimaksud maka organisasi internasional tersebut menjadi subjek pajak. Organisasi-organisasi internasional yang telah ditetapkan sebagai bukan Subjek Pajak Penghasilan, dapat ditinjau kembali apabila tidak memenuhi syarat-syarat diatas.

 

  • Hubungan Istimewa Antar Subjek Pajak

Hubungan istimewa di antara subjek pajak selalu menjadi isu yang hangat antara wajib pajak dan petugas pajak. Petugas Pajak beranggapan bahwa kalau terdapat hubungan istimewa antar subjek pajak, maka kemungkinan besar terdapat transaksi yang tidak wajar yang akan memperkecil kewajiban pajak subjek pajak tersebut.

Pasal 18 ayat (4) mengatur bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat :

  1. Hubungan Modal

Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung.

  1. Hubungan Penugasan

Hubungan istimewa karena penguasaan timbul jika wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya, atau dua atau lebih wajib pajak berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung. Hubungan istimewa antara wajib pajak dapat terjadi juga karena penguasaan melalui manajemen atau teknologi, kendati pun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan Istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.

  1. Hubungan Keluarga

Hubungan istimewa dapat timbul diantara orang pribadi pemegang saham perusahaan yang memiliki hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.

Hubungan Sedarah : Ayah, Ibu, dan Anak. (Garis keturunan lurus satu derajat). Saudara Kandung atau Saudara Tiri (garis keturunan ke samping satu derajat). Hubungan Semenda : Mertua dan Anak Tiri (Garis Keturunan Lurus Satu Derajat). Ipar (Garis Keturunan ke samping satu derajat).

Beberapa pasal dalam UU PPh yang ada kaitannya dengan hubungan istimewa antar subjek pajak yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

  1. Pasal 9 (1) huruf f

Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: “jumlah yang melebihi kewajaranyang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan”

  1. Pasal 10 (1)

Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau

diterima.

  1. Pasal 18 (3)

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus, atau metode lainnya.

 

  • Biaya Yang Boleh Dikurangkan (Deductable Expenses)

PPh yang terutang terhadap subjek pajak Badan dikenakan atas Penghasilan Neto yang nanti akan disebut sebagai Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian tahun sebelumnya kalau ada. Untuk menghitung penghasilan neto, Wajib Pajak Badan tidak diperkenankan menggunakan norma penghitungan seperti halnya Orang Pribadi. Oleh karena itu, Wajib Pajak Badan wajib melakukan pembukuan.Penghitungan PPh terutang diatur dalam Pasal 16 UU PPh. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam satu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan dengan biaya yang berkaitan dengan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Pengurangan tersebut akan menghasilkan penghasilan neto.

 

  • Amortisasi

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.

 

  • Amortisasi Biaya Pra Operasi

Dasar Hukum: Pasal 11A ayat (3) dan ayat (6) UU PPh Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya.Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.

 

  • Pengalihan Harta Tak Berwujud

Dasar Hukum: Pasal 11A ayat (7) dan ayat (8) UU PPh. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sebagaimana dimaksud diatas, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sumbangan/hibah/warisan sebagaimana dimaksud asal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

 

 

  • Pembetukan atau pemupukan dana cadangan

Berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf c pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali :

  1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dengan batasantertentu setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan;
  2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
  3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan,
  4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan,
  5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
  6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk pengolahan limbah industri.

 

  • Rekonsiliasi Fiskal

 

Seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, untuk menghitung Pajak Penghasilan Terutang untuk Wajib Pajak Badan kita harus mengetahui jumlah Penghasilan Neto Fiskal dalam satu tahun pajak dimana penghasilan neto fiiskal ini setelah dikurangi kompensasi kerugian tahun sebelumnya akan disebut sebagai Penghasilan Kena Pajak. PPh terutang dihitung dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan Tarif Pajak. Penghasilan Neto diperoleh dari Laporan Keuangan yang dihasilkan dari proses pembukuan yang dihasilkan wajib pajak berdasarkan standar akuntansi yang berlaku yang disebut laporan keuangan komersial.

Pajak tidak mengatur secara khusus mengenai cara atau alur dalam menyusun laporan keuangan. Oleh karena itu, wajib pajak dapat mengikuti alur penyusunan laporan keuangan yang terdapat dalam akuntansi komersial. Secara umum, laporan keuangan dimulai dari pencatatan dokumen-dokumen dasar yang terjadi dalam sebuah transaksi ke dalam buku harian. Kemudian, jurnal harian tersebut dimasukkan (posting) ke dalam buku besar. Pada akhir periode, dari buku besar disusun neraca saldo sebelum penyesuaian. Dengan penyesuaian terhadap keadaan yang sebenarnya terjadi pada akhir tahun dan catatan penutup (closing entries) disusunlah neraca saldo setelah penyesuaian. Dari neraca saldo setelah penyesuaian tersebut diperoleh sebuah laporan keuangan komersial.

Karena terdapat beberapa perbedaan antara komersial dan pajak maka untuk kepentingan pajak, laporan keuangan komersial disesuaikan dengan ketentuan pajak yang lebih dikenal dengan sebutan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi Fiskal adalah mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan WP secara komersial menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba/rugi fiskal. Penyebab terjadinya penyesuaian fiskal adalah perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal (pajak). Perbedaan tersebut adalah :

A. Beda Tetap

Perbedaan atas penghasilan biaya yang secara fiskal/pajak tidak dapat diakui tetapi di komersial dapat diakui. Contoh : Sumbangan, Hibah, Dividen, PPh dan lain-lain

B. Beda Waktu

Perbedaan pengakuan atas penghasilan/biaya karena selisih waktu pengakuannya saja artinya sama-sama tetap diakui tetapi dalam waktu yang berbeda. Contoh : Penyusutan secara komersial dibebankan selama 5 tahun tetapi menurut pajak hanya 4 tahun

    1. Yang dikecualikan dari melakukan kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh Badan adalah?
      1. Perseroan Terbatas
      2. Firma dan CV
      3. Kantor Cabang Usaha
      4. Anak Perusahaan

Jawaban : C. Kantor Cabang Usaha

 

    1. Disebut memiliki hubungan istimewa adalah sebagai berikut- kecuali?
      1. Mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (duapuluh lima persen) pada Wajib Pajak lain
      2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung
      3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping satu derajat
      4. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping

Jawaban : D. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping

 

    1. PT Dia memiliki data persediaan sebagai berikut : Saldo awal 1.000 unit @Rp100 Pembelian 2.000 unit @Rp90 Pembelian 500 unit @Rp110 Penjualan 1.500 unit Penjualan 1.000 unit Apabila PT Dia menggunakan metode FIFO dalam penilaian persediaan- berapakah saldo akhir persediaan PT Dia?
      1. Rp100.000
      2. Rp90.000
      3. Rp110.000
      4. Rp105.000

Jawaban : A. Rp100.000

 

    1. Data aktiva tetap PT Swakarya sebagai berikut : pada tanggal 1 Januari 2000 membeli Tanah dengan harga perolehan Rp1.000.000.000. Pada tanggal 1 Mei 2000- membeli Bangunan dengan harga perolehan Rp500.000.000 Dan pada tanggal 1 Mei 2007- membeli Bangunan Semi Permanen seharga Rp 100.000.000 Apabila menggunakan metode garis lurus- berapakah Biaya Penyusutan untuk tahun 2018?
      1. Rp50.000.000
      2. Rp25.000.000
      3. Rp28.333.333
      4. Tidak ada yang benar

Jawaban : B. Rp25.000.000

 

    1. SPT PPh Badan terdiri dari?
      1. SPT 1771 Rp
      2. SPT 1771 USD
      3. SPT 1771 Rp dan SPT 1771 USD
      4. semua salah

Jawaban : C. SPT 1771 Rp dan SPT 1771 USD

 

    1. Yang merupakan PPh yang dibayar sendiri adalah?
      1. PPh Pasal 22 Impor
      2. PPh Pasal 23
      3. PPh Pasal 24
      4. PPh Pasal 25

Jawaban : D. PPh Pasal 25

 

    1. PT Saya bergerak di bidang perdagangan pakaian jadi. Pada tahun 2018 memperoleh penghasilan neto komersial sebesar Rp400.000.000 – termasuk di dalamnya penghasilan bunga deposito Rp5.000.000 dan keuntungan penjualan ruko Rp100.000.000 Berapa penghasilan neto fiskal PT Saya tahun 2018?
      1. Rp400.000.000
      2. Rp395.000.000
      3. Rp305.000.000
      4. Rp295.000.000

Jawaban : D. Rp295.000.000

 

    1. Terhadap Wajib Pajak yang seluruh penghasilannya merupakan objek pajak final- maka?
      1. Tetap wajib melaporkan SPT Tahunan PPh Badan- dengan PPh Terutang Nihil
      2. Tidak ada kewajiban SPT Tahunan
      3. Hanya melaporkan formulir 1771-IV
      4. Boleh memilih untuk melaporkan atau tidak melaporkan SPT Tahunan

Jawaban : A. Tetap wajib melaporkan SPT Tahunan PPh Badan- dengan PPh Terutang Nihil

 

    1. Saat dimulainya penyusutan adalah?
      1. Pada bulan diperolehnya aktiva tetap
      2. Saat tanggal pembelian
      3. Pada tahun diperolehnya aktiva tetap
      4. Pada saat aktiva tetap telah dibayar

Jawaban : A. Pada bulan diperolehnya aktiva tetap

 

    1. Yang termasuk Beda Sementara adalah?
      1. Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final
      2. Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
      3. Sanksi perpajakan berupa bunga- denda- dan kenaikan
      4. Penyisihan piutang tertagih sesuai dengan jadwal umur piutang

Jawaban : D. Penyisihan piutang tertagih sesuai dengan jadwal umur piutang

Soal Nomor 1

PT A merupakan WP yang bergerak di bidang perdagangan alat tulis yang berdiri sejak tahun 2002. Selama tahun 2018 WP memiliki peredaran usaha sebesar 60 Miliar rupiah. WP juga menyewakan ruko yang dimiliki untuk kantor PT C dengan uang sewa 700 juta per tahun dan sudah dipotong PPh Final sebesar 70 Juta. Selain itu WP memperoleh dividen dari PT C yang sahamnya dimiliki sebanyak 30%, sejumlah 300 Juta. Biaya HPP dan Operasional sebesar 50 Miliar, namun didalamnya terdapat biaya untuk liburan pemegang saham sebesar 10 Miliar. WP tidak memiliki Kompensasi Kerugian dari Tahun sebelumnya, Hitung Penghasilan Neto.

Jawaban Nomor 1

 

Soal Nomor 2

Pada Tahun 2009 PT AIS memiliki penghasilan sebesar RP.250.000.000 yang terdiri dari penghasilan neto di dalam negeri sebesar RP.200.000.000 dan penghasilan dari Malaysia RP.50.000.000. Penghasilan di Malaysia dipotong pajak sebesar RP.20.000.000. Berapa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan?

Jawaban Nomor 2

Jumlah penghasilan neto RP.250.000.000
Penghasilan Kena Pajak RP.250.000.000
Pajak Terutang (dengan tarif Pasal 17) RP. 70.000.000
Batas Maksimal PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah
= (Ph Neto Luar Negeri : Penghasilan Kena Pajak) X Pajak Terutang
= RP. 50.000.000 : RP. 250.000.000 X RP. 70.000.000
= RP.14.000.000

Akuntansi Pajak: merupakan metode dan praktik akuntansi khusus untuk memenuhi ketentuan perpajakan, termasuk penyusunan laporan keuangan fiskal dan pengisian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) serta perencanaan dalam rangka mengefisienkan beban pajak (Tax Planning). Akuntansi perpajakan, secara prinsipil terpengaruh oleh fungsi perpajakan karena merupakan implementasi ketentuan perpajakan.

  • Kewajiban Penyelenggaraan Pembukuan

Definisi pembukuan menurut Pasal 1 angka 29 UU KUP adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi aset, kewajiban, ekuitas, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

  • Hubungan Akuntansi Pajak dengan Akuntansi Komersial

Akuntansi pajak merupakan bagian dari akuntansi keuangan yang menekankan pada penyusunan surat pemberitahuan pajak (SPT) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan. Dengan kata lain akuntansi pajak dapat didefinisikan sebagai berikut:

  1. Akuntansi pajak secara khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak. Penyajian itu sebagai pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance). Walaupun secara teknis proses penyajian laporan tidak diatur secara rinci dalam ketentuan perpajakan, pengukuran dan penilaian atas suatu fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan.
  2. Ketentuan perpajakan merupakan produk lembaga legislatif yang mengikat semua anggota masyarakat (termasuk profesi akuntan). Dengan demikian, apabila terjadi kekurangsesuaian antara ketentuan perpajakan dan praktek akuntansi atau standar akuntansi yang berlaku umum, maka Undang-undang Perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas praktek dan kelaziman akuntansi.
  3. Secara umum, akuntansi komersial disusun dan disajikan berdasarkan Standar yang berlaku umum, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun, untuk kepentingan perpajakan, akuntansi komersial harus disesuaikan dengan aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, apabila terjadi perbedaan antara ketentuan akuntansi dengan ketentuan pajak, maka untuk keperluan perhitungan, pembayaran dan pelaporan pajak, Undang-Undang dan ketentuan Perpajakan memiliki prioritas untuk dipatuhi.

 

  • Akuntansi Pajak Penghasilan

Laporan keuangan yang dihasilkan dari proses akuntansi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dinamakan dengan laporan keuangan komersial. Dalam rangka penyusunan laporan keuangan fiskal; yaitu laporan keuangan yang menggunakan dasar undang-undang pajak; dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan rekonsiliasi fiskal. Seharusnya proses penyusunan laporan keuangan dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat dimanfaatkan langsung untuk pelaporan pajak. Dengan demikian diperlukan penyamaan prinsip akuntansi komersial dengan prinsip akuntansi fiskal, sehingga data-data terintegrasi dalam laporan keuangan, tidak terpisah dalam catatan tersendiri yang menyebabkan penelusuran terhadap data tersebut menemui kesulitan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk menyesuaikan perbedaan antara laporan keuangan komersial yang berdasarkan standar akuntansi keuangan dengan peraturan pajak, sehingga dihasilkan laporan keuangan fiskal untuk membuat SPT Tahunan PPh Badan.

    1. Bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan yang material. adalah pengertian dari salah satu karakteristik laporan keuangan. yaitu..
      1. Dapat dipahami
      2. Relevan
      3. Keandalan Informasi
      4. Dapat dibandingkan

Jawaban : C. Keandalan Informasi

 

    1. Standar akuntansi menghendaki penilaian aset/liabilitas tertentu yang dapat mengakibatkan timbulnya penghasilan/laba atau beban/rugi yang belum direalisasi. Pernyataan berikut ini yang Benar secara perpajakan adalah..
      1. Laba (rugi) belum direalisasi pasti dikoreksi fiskal
      2. Laba belum direalisasi diakui secara perpajakan, sedangkan rugi belum direalisasi dikoreksi
      3. Pembebanan cadangan piutang tak tertagih yang usahanya menyalurkan pinjaman, dapat dibebankan secara perpajakan20 hari dalam jangka waktu 12 bulan
      4. Semua jawaban salah

Jawaban : C. Pembebanan cadangan piutang tak tertagih yang usahanya menyalurkan pinjaman, dapat dibebankan secara perpajakan

 

    1. Berikut ini yang bukan merupakan jenis laporan keuangan komersil adalah…
      1. Laporan Perubahan Ekuitas selama periode
      2. Informasi Komparatif Mengenai Periode Terdekat Sebelumnya
      3. Laporan Arus Kas selama periode
      4. Laporan inventory selama periode

Jawaban : D. Laporan inventory selama periode

 

    1. Berikut yang bukan merupakan syarat menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan adalah…
      1. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat hukum dan semua pembukuan atau pencatatan menggunakan stelsel akrual.
      2. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
      3. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
      4. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

Jawaban : A. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat hukum dan semua pembukuan atau pencatatan menggunakan stelsel akrual.

 

    1. Jika terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dan penghasilan karena perkembangan harga pada harta (misalnya devaluasi mata uang rupiah terhadap mata uang asing) maka perlu dilakukan.
      1. Amortisasi harta
      2. Penyusutan Harta
      3. Revaluasi Harta
      4. Pencatatan Harta

Jawaban : C. Revaluasi Harta

 

    1. Piutang dalam pembukuan akuntansi perpajakan harus memuat informasi sebagai berikut, kecuali…
      1. Nama dan alamat kreditur
      2. Jumlah piutang yang dapat dihapuskan
      3. Saat timbul maupun berkurangnya piutang
      4. Hak penerimaan bunga

Jawaban : A. Nama dan alamat kreditur

 

    1. Pada pembukuan perpajakan atas persediaan barang pada neraca dicatat dengan menggunakan metode…
      1. Metode rata – rata
      2. Metode FIFO
      3. Metode LIFO
      4. Metode cost

Jawaban : D. Metode cost

 

    1. PT. Moonton melakukan pembayaran gaji pegawai tetap bulan Mei 2021 sebesar Rp 120.000.000 pada tanggal 31 Mei 2021. Dimana dari jumlah tersebut perusahaan memotong PPh pasal 21 sebesar Rp 5.400.000 dan iuran pensiun Rp 2.000.000 serta menanggung iuran pensiun karyawan sebesar Rp 1.500.000. Kemudian pada 10 Juni 2021, PT Moonton melakukan setoran PPh pasal 21 Masa Mei 2021. Jurnal yang dibuat pada tanggal 10 Juni 2021 adalah…
      1. Beban gaji: Rp 120.000.000; Beban iuran pensiun: Rp 3.500.000; Utang PPh pasal 21: Rp 5.400.000; Utang Iuran Pensiun: Rp 3.500.000; Kas: Rp 114.600.000
      2. Beban gaji: Rp 120.000.000; Beban iuran pensiun: Rp 3.500.000; Beban Pajak PPh 21: Rp 5.400.000; Kas: Rp 128.900.000
      3. Beban Pajak PPh 21: Rp 5.400.000; Kas: Rp 5.400.000
      4. Utang Pajak PPh 21: Rp 5.400.000; Kas: Rp 5.400.000

Jawaban : D. Utang Pajak PPh 21: Rp 5.400.000; Kas: Rp 5.400.000

 

    1. PT Saber melakukan pembayaran sewa gedung kepada PT Vale sebesar Rp 225.000.000 sudah di potong pajak PPh final sebesar 10%. Jurnal yang dicatat oleh PT Vale adalah…
      1. Beban Sewa: Rp 225.000.000; Pajak Masukan: Rp 22.500.000; Utang pajak: Rp 22.500.000; Kas/bank: Rp 225.000.000
      2. Beban Sewa: Rp 250.000.000; Pajak Masukan: Rp 25.000.000; Utang pajak: Rp 250.000.000; Kas/bank: Rp 25.000.000
      3. Kas/bank: Rp 250.000.000; Beban pajak kini – final: Rp 25.000.000; Pendapatan Sewa: Rp 250.000.000; Pajak Keluaran: Rp 25.000.000
      4. Kas/bank: Rp 225.000.000; Beban pajak kini – final: Rp 22.500.000; Pendapatan Sewa: Rp 225.000.000; Pajak Keluaran: Rp 22.500.000

Jawaban : C. Kas/bank: Rp 250.000.000; Beban pajak kini – final: Rp 25.000.000; Pendapatan Sewa: Rp 250.000.000; Pajak Keluaran: Rp 25.000.000

 

    1. Pada awal tahun 2021, PT AEN (PKP) melakukan pembayar sewa forklift untuk usahanya kepada PT Mutiara Forklift (PKP) sebesar Rp 27.000.000 untuk 3 bulan. Jurnal yang dicatat oleh PT AEN pada saat melakukan pembayaran adalah…
      1. Sewa dibayar dimuka: 27.000.000. Beban PPh Pasal 23: 540.000. PPN Keluaran: 2.700.000. Kas/Bank: 24.840.000.
      2. Sewa dibayar dimuka: 27.000.000. Beban PPh Pasal 23: 540.000. PPN Keluaran: 2.700.000. Kas/Bank: 23.760.000.
      3. Sewa dibayar dimuka: 27.000.000. PPN Masukan: 2.700.000. Hutang PPh Pasal 23: 540.000. Kas/Bank: 29.160.000.
      4. Sewa dibayar dimuka: 27.000.000. PPN Masukan: 2.700.000. Hutang PPh Pasal 23: 540.000. Kas/Bank: 30.240.000.

Jawaban : C. Sewa dibayar dimuka: 27.000.000. PPN Masukan: 2.700.000. Hutang PPh Pasal 23: 540.000. Kas/Bank: 29.160.000.

Soal Nomor 1

Jawaban Nomor 1

Soal Nomor 2

Jawaban Nomor 2

  1. PPN
  • Objek PPN

Sesuai dengan perubahan UU Nomor 8 Tahun 1983 yang terakhir diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021, objek pajak diatur dalam Pasal 4 tidak mengalami perubahan dari UU Nomor 42 Tahun 2009. Adapun objek PPN selengkapnya adalah sebagai berikut:

  1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  2. impor Barang Kena Pajak;
  3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  6. ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
  7. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
  8. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
  • Barang Kena Pajak

Sejak pemberlakuan UU nomor 11 Tahun 1994, Barang mengalami perubahan definisi yakni barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud. Sebagaimana pengertian diatas, barang dapat dibagi dua jenis, yaitu:

  1. Barang berwujud, dibagi dua
  • Barang bergerak, yaitu barang yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan.
  • Barang tidak bergerak, yaitu barang yang pada dasarnya tidak dapat berpindah sendiri dan dipindahkan.
    1. Barang tidak berwujud adalah barang yang tidak ada wujudnya tetapi mempunyai nilai

Semua barang pada prinsipnya merupakan Barang Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Menurut pasal 1 angka 3, Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud.

 

  • Jasa Kena Pajak

Pasal 1 angka 5 UU PPN mengatur pengertian jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,  kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Disini dapat kita bagi dalam dua aspek yaitu:

  1. setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai.
  2. jasa menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

Sedangkan yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 6 UU PPN adalah jasa yang dikenakan pajak menurut Undang-Undang ini. Jadi sama halnya dengan Barang Kena Pajak, semua jasa pada dasarnya dikenakan PPN, kecuali yang dikecualikan menurut UU PPN.

  • Tarif Pajak

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Klaster PPN mengatur tarif Pajak Pertambangan Nilai yakni:

  1. Sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
  2. Sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

Tarif PPN ini dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen. Perubahan tarif PPN ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selain itu, tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan ekspor JKP. Sebelum berlakunya UU ini (sebelum 1 April 2022), tarif PPN adalah sebesar 10% (sepuluh persen).

 

  • Dasar Pengenaan Pajak

Pasal 1 angka 17 UU PPN menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

  1. Pengertian Harga Jual (Pasal 1 angka 18 UU PPN)
    • Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
    • Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa apabila harga jual sudah termasuk PPN maka cara menghitung DPP-nya adalah dengan mengeluarkan nilai PPN-nya terlebih dahulu, dengan kata lain harga jual tersebut tidak termasuk PPN.
  2. Pengertian Penggantian (Pasal 1 angka 19 UU PPN)

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

  1. Pengertian Nilai Impor (Pasal 1 angka 20 UU PPN)
    • Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut Undang-Undang ini.
    • Jadi nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk adalah CIF (Cost + Insurance + Freight) dan pungutan untuk impor itu adalah Bea Masuk itu sendiri, sehingga Nilai Impor dapat di rumuskan yaitu :

 

Nilai Impor = CIF (Cost + Insurance + Freight) + Bea Masuk

  1. Pengertian Nilai Ekspor (Pasal 1 angka 26 UU PPN)

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

 

  • Pemungut PPN

Berdasarkan Pasal 16A UU PPN, diatur bahwa pajak yang terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN. Ini mengandung pengertian bahwa dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN, maka Pemungut PPN berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungutnya. Meskipun demikian, PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN  tetap  berkewajiban  untuk  melaporkan pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN. Yang ditetapkan sebagai pemungut PPN adalah :

  1. Instansi Pemerintah
  2. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah:
  • kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
  • kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi
  1. Badan Usaha Milik Negara.

 

  • Penyerahan Barang Kena Pajak

Penentuan suatu penyerahan barang merupakan “penyerahan Barang Kena Pajak” sangat relevan untuk menentukan  saat timbulnya objek pajak. Dalam UU PPN, pengertian penyerahan BKP diatur dalam  Pasal  1A  ayat (1),  sebagai berikut:

  1. Penyerahan Hak Atas BKP Karena Suatu Perjanjian
  2. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
  3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
  4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak
  5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
  6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang
  7. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

 

  • Saat Pajak Terutang

Pemungutan PPN dan/atau PPnBM menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP atau JKP meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor BKP. Saat terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melalui electronic commerce tunduk pada ketentuan ini. Tanpa diketahui saat pajak terutang, tidak mungkin ditentukan bilamana PKP wajib memenuhi kewajiban melunasi utang pajaknya. Dari ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 UU dapat disimpulkan bahwa terutangnya pajak dapat terjadi pada saat:

  1. Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean
  2. Impor BKP
  3. Penyerahan JKP
  4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
  5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
  6. Ekspor BKP berwujud
  7. Ekspor BKP tidak berwujud; atau
  8. Ekspor JKP.

Dalam hal orang pribadi atau badan memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, terutangnya pajak terjadi pada saat orang pribadi atau badan tersebut mulai memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut di dalam Daerah Pabean. Hal itu dihubungkan dengan kenyataan bahwa yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut di luar Daerah Pabean sehingga tidak dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, saat pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan saat penyerahan, tetapi dikaitkan dengan saat pemanfaatan. Disamping itu, saat terutangnya PPN juga menganut prinsip cash basis, dimana pajak terutang saat pembayaran yaitu dalam hal:

  1. Pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP
  2. Pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.

 

  • Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak Pasal 13 ayat (1) UU PPN, dinyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D yakni atas:
  • penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean;
  • ekspor BKP berwujud;
  • penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
  1. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean;
  2. Ekspor BKP Tidak Berwujud;
  3. Ekspor JKP.

Sesuai dengan perubahan UU tahun 2009, terdapat tambahan ketentuan jenis penyerahan yang wajib dibuatkan Faktur Pajak yakni penyerahan sesuai Pasal 16D, ekspor BKP tidak berwujud dan ekspor JKP. Penyerahan sesuai Pasal 16D, sebelumnya kewajiban PPN-nya hanya menyetorkan ke kas negara dan melaporkannya dalam SPT dengan melampirkan Surat Setoran Pajak Pasal 16D tersebut, namun dalam UU nomor 42 Tahun 2009, penyerahan sesuai Pasal 16D diwajibkan membuat Faktur Pajak dan perhitungannya menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan sebagai Pajak Keluaran. Untuk Faktur Pajak wajib dibuat atas ekspor BKP tidak berwujud dan ekspor JKP memang merupakan implikasi dari adanya penambahan objek PPN dalam UU Nomor 42 Tahun 2009. Dalam perubahan UU PPN di tahun 2009 ini, istilah Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak Sederhana sudah tidak ada lagi dan yang ada hanya istilah Faktur Pajak saja.

 

  • Besaran Tertentu

Berdasarkan Pasal 9A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Klaster PPN mengatur PKP dapat memungut dan menyetorkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP dengan besaran tertentu.  PKP yang dimaksud adalah :

  1. PKP yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu
  2. PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu antaa lain yang:
  • mengalami kesulitan mengadministrasikan Pajak Masukan;
  • melakukan transaksi melalui pihak ketiga, baik penyerahan BKP dan/atau JKP maupun pembayarannya; atau
  • memiliki kompleksitas proses bisnis sehingga pengenaan PPN tidak memungkinkan dilakukan dengan mekanisme normal,dan/atau
  1. PKP yang melakukan penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu. Yang dimaksud BKP tertentu dan/atau JKP tertentu merupakan, BKP dan/atau JKP yang dikenai PPN dalam rangka perluasan basis pajak dan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Pajak Masukan atas perolehan BKP dan atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang berhubungan dengan penyerahan yang terutang PPN dengan besaran tertentu, tidak dapat dikreditkan. Sebagaimana dijelaskan pada subbab sebelumnya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-71/PMK.03/2022 yang berlaku mulai tanggal 1 April 2022 mengatur PKP yang melakukan penyerahan JKP tertentu wajib memungut dan menyetorkan PPN yang terutang dengan besaran tertentu. Besaran tertentu untuk JKP tertentu yang dimaksud adalah:.

 

 

  1. PPnBM
  • Definisi

Di samping pengenaan PPN, dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap:

  1. Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
  2. Impor BKP yang tergolong mewah. Adapun latar belakang pengenaan PPnBM disamping PPN adalah :
  • Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
  • Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional

Perlu untuk mengamankan penerimaan Negara. Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak yang tergolong mewah” adalah:

  • Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok
  • Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
  • Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.

 

  • Tarif

Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen) dan untuk ekspor BKP yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP yang tergolong mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, BKP yang tergolong mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean dikenai PPnBM dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.

 

  • Pengelompokkan Barang yang tergolong Mewah

Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 145 tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2006 yang merupakan perubahan yang ketujuh diatur tentang kelompok BKP yang tergolong mewah yang dikenakan PPnBM yaitu sebagai berikut:

  1. Kelompok BKP selain kendaraan bermotor

Kelompok BKP kendaraan bermotor.

    1. PPN memiliki karakteristik- antara lain yaitu:
      1. Pajak atas suatu konsumsi di dalam negeri
      2. Pajak tidak langsung
      3. Pajak Objektif
      4. Semua jawaban benar

Jawaban : B. Semua jawaban benar

 

    1. Salah satu Objek PPN yang diatur tersendiri dalam Pasal 16C UU PPN- yaitu:
      1. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean
      2. Penyerahan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
      3. Kegiatan Membangun Sendiri
      4. Semua jawaban benar

Jawaban : C. Kegiatan Membangun Sendiri

 

    1. Penentuan besarnya Dasar Pengenaan Pajak atas objek PPN yang diatur dalam Pasal 16C UU PPN- yaitu:
      1. Sesuai dengan Harga Jual
      2. Sebesar 2% dari biaya yang dikeluarkan
      3. Sebesar 20% dari biaya yang dikeluarkan
      4. Sebesar 10% dari biaya yang dikeluarkan

Jawaban : C. Sebesar 20% dari biaya yang dikeluarkan

 

    1. Salah satu Objek PPN yang diatur tersendiri dalam Pasal 16D UU PPN- yaitu:
      1. Ekspor Barang Kena Pajak ke Luar Daerah Pabean
      2. Penyerahan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
      3. Kegiatan Membangun Sendiri
      4. Semua jawaban benar

Jawaban : B. Penyerahan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

 

    1. Contoh jenis jasa yang atas penyerahannya tidak akan terutang PPN- kecuali:
      1. Jasa hiburan
      2. Jasa pelayanan kesehatan medis
      3. Jasa layanan pariwisata
      4. Jasa layanan perbankan

Jawaban : C. Jasa layanan pariwisata

 

    1. Contoh jenis barang yang dikategorikan sebagai non Barang Kena Pajak- antara lain yaitu:
      1. Daging segar yang belum diolah
      2. Bahan Bakar Minyak
      3. Obat-obatan
      4. Semua jawaban benar

Jawaban : A. Daging segar yang belum diolah

 

    1. Kewajiban PPN yang harus dilakukan oleh Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP- yaitu:
      1. Memungut PPN hanya kepada konsumen yang bersedia dipungut PPN atau berstatus sebagai PKP
      2. Menerbitkan faktur pajak atas semua penyerahan dengan faktur pedagang eceran
      3. Melaporkan SPT Masa PPN hanya pada saat masa pajak dengan aktivitas penyerahan
      4. Semua jawaban salah

Jawaban : A. Semua jawaban salah

 

    1. Kondisi yang menjadi penentu saat terutangnya PPN sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 11 UU PPN- yaitu pada saat:
      1. Penyerahan BKP
      2. Dilegalisasikannya/ditandatanganinya suatu perjanjian
      3. Diterbitkannya commercial invoice
      4. Semua jawaban salah

Jawaban : A. Penyerahan BKP

 

    1. PKP A berkedudukan di Makassar menjual BKP kepada PKP B di Kawasan Berikat Cakung dengan perjanjian pengiriman fob shipping point. Barang keluar dari gudang PKP A pada tanggal 2 Januari 2018 dengan menggunakan perusahaan jasa ekspedisi dengan tanggal delivery order 1 Januari 2018. Barang diterima oleh PKP B pada tanggal 2 Februari 2018. Pembayaran oleh PKP B belum dilakukan. Kapan yang disebut sebagai saat penyerahan?
      1. 1 Januari 2018
      2. 2 Februari 2018
      3. 2 Januari 2018
      4. Sesuai dengan saat dilakukan pembayaran

Jawaban : C. 2 Januari 2018

 

    1. PKP A membayar lunas atas suatu JKP yang akan diterima dari PKP B pada tanggal 1 Februari 2018. PKP B akan memberikan JKP tersebut secara bertahap untuk jangka waktu 6 bulan ke depan mulai dari 2 Februari 2018 dengan proporsi nilai jasa yang rata pada tiap bulannya. Kapan yang disebut sebagai saat penyerahan?
      1. 1 Februari 2018 atas seluruh jumlah nilai jasa
      2. 2 Februari 2018 atas seluruh jumlah nilai jasa
      3. 2 Februari 2018 atas sebagian jumlah nilai jasa pada bulan tersebut
      4. 1 Februari 2018 atas sebagian jumlah nilai jasa pada bulan tersebut

Jawaban : A. 1 Februari 2018 atas seluruh jumlah nilai jasa

Soal Nomor 1

Pada April 2022 Bapak Budi memulai membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal pribadinya. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah sebesar 200 m2, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Bapak Budi dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
• pembelian tanah sebesar Rp200.000.000,
• pembelian bahan baku bangunan keseluruhan Rp180.000.000,
• biaya upah mandor dan pekerja bangunan Rp70.000.000.
Maka berapakah PPN yang terutang atas pembangunan rumah tersebut?

Jawaban Nomor 1

Sesuai dengan PMK No. 61/ 2022 PPN terutang atas KMS adalah:
= 20 % X TARIF PPN X DPP
= (20% X 11% ) X Biaya, tidak termasuk biaya pembelian tanah
= (20% X 11%) X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)
Dengan demikian, PPN terutang atas KMS oleh Bapak Budi adalah
= 20% X 11% X Rp250.000.000
= Rp 5.500.000

Soal Nomor 2

Pada tanggal 12 April 2022, PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha yang mendapat penugasan dari Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu menyerahkan 15.000 tabung LPG Tertentu kepada PT ABC yang telah ditunjuk oleh PT Pertamina (Persero) sebagai Agen. Harga Jual Eceran yang berlaku pada tanggal penyerahan sebesar Rp12.750,00 per tabung.
Berapa PPN yang terutang ?

Jawaban Nomor 2

Maka atas penyerahan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut:
• Dasar Pengenaan Pajak = 15.000 x 100/111 x Rp12.750,00

= Rp172.297.297,29
• PPN terutang = 11% x Rp172.297.297,29

= Rp18.952.702,00

  1. PBB
  • Sektor Perkebunan

PBB Sektor Perkebunan adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang dipergunakan sebagai usaha perkebunan. Usaha perkebunan adalah kegiatan budidaya tanaman perkebunan di atas lahan yang dikuasai, dengan tujuan ekonomi/komersial dan mendapat izin usaha dari instansi yang berwenang dalam pemberian izin usaha perkebunan.Usaha perkebunan meliputi usaha yang dilakukan oleh badan usaha atau perorangan. Usaha perkebunan yang dilakukan oleh perorangan disebut usaha perkebunan rakyat. Usaha perkebunan terdiri dari usaha perkebunan inti dan usaha perkebunan plasma.  Usaha perkebunan inti adalah kebun yang dibangun oleh perusahaan perkebunan dengan kelengkapan fasilitas pengolahan dan dimiliki oleh perusahaan perkebunan tersebut dan dipersiapkan menjadi pelaksana Perkebunan Inti Rakyat. Usaha perkebunan plasma adalah kebun yang dibangun dan dikembangkan oleh perusahaan perkebunan (Kebun Inti), serta ditanami dengan tanaman perkebunan. Kebun plasma ini semenjak penanamannya dipelihara dan dikelola kebun inti hingga berproduksi. Setelah tanaman mulai berproduksi, penguasaan dan pengelolaannya diserahkan kepada petani rakyat (dikonversikan). Petani menjual hasil kebunnya kepada kebun inti dengan harga pasar dikurangi cicilan/angsuran pembayaran utang kepada kebun inti berupa modal yang dikeluarkan kebun inti membangun kebun plasma tersebut.

  • Sektor Perhutanan

Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, yang selanjutnya disebut PBB Perhutanan adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan. Usaha perhutanan adalah kegiatan usaha yang bergerak di bidang pengambilan hasil hutan. Pengenaan PBB Perhutanan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-42/PJ/2015 tentang Tatacara Pengenaan PBB Sektor Perhutanan dan disempurnakan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-19/PJ/2019 tentang Surat Pemberitahuan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Pengenaan PBB Perhutanan dibagi menjadi dua yaitu PBB Hutan Tanaman dan PBB Hutan Alam. Hutan tanaman adalah Hutan Produksi yang dibangun dan dimanfaatkan melalui serangkaian kegiatan berupa penyiapan lahan, pembenihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan atau penebangan, dan pemasaran hasil hutan. Hutan alam adalah Hutan Produksi yang didalamnya telah ditumbuhi pohon-pohon alami dan dimanfaatkan melalui serangkaian kegiatan berupa pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran hasil hutan.  Perbedaan mendasar antara hutan tanaman dengan hutan alam adalah pada proses bisnisnya. Hutan tanaman dilakukan dengan menanam jenis tanaman hutan tertentu. Sedangkan hutan alam dilakukan dengan menebang atau manfaatkan hasil hutan tanpa melakukan penanaman terlebih dahulu. Proses pengenaan PBB perhutanan atas hutan tanaman dilakukan sama dengan pengenaan PBB Perkebunan.

  • Sektor Pertambangan

PBB Sekor Pertambangan adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan. Dalam administrasi pengelolaan PBB P3L, tata cara pengenaan PBB Sektor Pertambangan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu PBB Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi (selanjutnya disebut PBB Migas dan Pabum) serta PBB Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut PBB Minerba). Sebagaimana diatur dalam pasal 2 huruf c PMK No-186/PMK.03/2019, objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi. Lalu pada huruf d, objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi. Dan pada huruf e, objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara.

  • Sektor Lainnya
  1. Pengenaan PBB Sektor Lainnya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2015. PBB Sektor Lainnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas objek pajak selain objek pajak sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor pertambangan, yang tidak berada dalam wilayah kabupaten/kota. Objek PBB Sektor Lainnya meliputi :
  • Bumi berupa perairan lepas pantai yang digunakan untuk :
  • Usaha Perikanan Tangkap, Usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan.
  • Usaha Pembudidayaan Ikan, Kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
  • Jaringan Pipa, Jaringan Pipa meliputi jaringan pipa transmisi/distribusi minyak, gas, atau air yang selanjutnya disebut jaringan pipa adalah suatu struktur bangunan yang berfungsi sebagai saluran dan terbuat dari rangkaian pipa yang digunakan untuk mengangkut/menyalurkan minyak, gas, atau air dari satu tempat ke tempat lain.
  • Jaringan Kabel Telekomunikasi, Jaringan kabel telekomunikasi bawah laut yang selanjutnya disebut Jaringan Kabel Telekomunikasi adalah suatu sistem transmisi telekomunikasi menggunakan media kabel yang dibentangkan di dalam lautan dan/atau samudra untuk menghubungkan beberapa stasiun kabel.
  • Jaringan Listrik, Jaringan kabel listrik bawah laut yang selanjutnya disebut Jaringan Kabel Listrik adalah fasilitas penyaluran tenaga listrik berikut sarana penunjangnya.
  • Ruas Jalan Tol, Jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.
  1. Bangunan berupa konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada perairan 
  • Penatausahaan PBB Sektor Lainya dilakukan sebagai berikut :
  • Untuk Usaha Perikanan Tangkap dan Pembududayaan Ikan dillakukan oleh KPP Pratama tempat WP terdaftar atau KPP Migas dalam hal WP tidak terdaftar pada KPP Pratama.
  • Untuk Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telekomunikasi, Jaringan Kabel Listrik, atau Ruas Jalan Tol dilakukan oleh KPP Migas

 

  1. Bea Materai
  • Objek Bea Materai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen. Dokumen, sebagai mana diatur dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Bea Meterai adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai diatur dalam pasal 3, meliputi dokumen yang berbentuk:

  1. Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
  2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
  3. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;;
  4. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun:
  5. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  6. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;);
  7. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
  • menyebutkan penerimaan uang; atau
  • berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
  1. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Jenis dokumen yang dinyatakan dalam mata uang selain rupiah (mata uang asing), aturan batas nominal Rp 1.000.000,00 tetap berlaku. Besarnya nilai rupiah dihitung dengan mengalikan besaran nilai nominal mata uang asing tersebut dengan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku saat dibuat dokumen, sehingga dapat diketahui apakah dokemen tersebut terutang atau tidak terutang Bea Meterai.

 

 

  • Dikecualikan Sebagai Objek Bea Materai

Pasal 7 Undang-Undang Bea Meterai mengatur tentang dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, meliputi:

  1. Dokumen yang berupa:
  • Surat penyimpanan barang
  • Konosemen
  • Surat angkutan penumpang dan barang
  • Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
  • Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim
  • Surat-surat lain yang dapat disamakan dengan surat-surat tersebut di atas seperti surat titipan barang, ceel gudang, manifest penumpang.
  1. Segala bentuk ijazah termasuk surat tanda tamat belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.
  2. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
  3. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, Bank dan Lembaga lainya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, Bank dan Lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
  5. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
  6. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah.
  7. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaiaan.
  8. Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
  9. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
  • Subjek Bea Materai

Pasal 9 Undang-Undang Bea Meterai mengatur bahwa Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 9 dijelaskan dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terutang oleh penerima kuitansi. Dalam hal dokumen dibuat oleh dua pihak atau lebih, misal surat perjanjian dibawah tangan, maka masing-masing pihak terutang Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya.  Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea Meterai yang terutang baik atas asli sahih yang disimpan oleh Notaris maupun salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terutang oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai terutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen tersebut.

  • Tarif Bea Materai

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2020 Bea Meterai, tarif Bea Meterai ditetapkan sebesar Rp 10.000,00. Besarnya batas nilai nominal dokumen yang dikenai Bea Materai dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat. Dokumen dapat  dapat dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap yang berbeda dalam rangka melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan/atau sektor keuangan. 

 

  1. BPHTB
  • Objek Pajak

Sebagai mana dijelaskan dalam pasal 1 angka 41 UU PDRD, BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Sebagai mana diatur dalam pasal 85 UU PDRD, objek BPHTB adalah perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi :

  1. Pemindahan Hak karena
  • Jual beli
  • Tukar menukar
  • Hibah
  • Hibah wasiat
  • Waris
  • Pemsukan dalam perseroan atau badan hokum lain
  • Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
  • Penunjukan pembeli dalam lelang
  • Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum tetap
  • Penggabungan usaha
  • Peleburan usaha
  • Pemekaran usaha, atau
  • Hadiah 
  1. Pemberian Hak Baru
  • Kelanjutan pelepasan hak, atau
  • Diluar pelepasan Hak

 

  • Subjek dan Wajib Pajak BPHTB

Sebagai mana diatur dalam pasal 86 ayat (1) UU PDRD bahwa Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Selanjutnya ayat (2) mengatur bahwa Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

  • Tarif dan Perhitungan BPHTP Terutang

Dalam pasal 88 ayat (1) UU PDRD diatur bahwa Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Saat ini hamper seluruh daerah kabupaten/kota termasuk DKI menetapkan tarif BPHTB sebesar 5%. Penghitungan BPHTB terutang dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

BPHTB = Tarif x (NPOP – NPOPTKP)

Dimana NPOPTKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Besarnya NPOPTKP, sebagai mana diatur dalam pasal 87 ayat (4) ditetap paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Dan dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Besarnya NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Tanah dan/atau Bangunan berada.

    1. Pengertian bumi menurut UU PBB adalah …
      1. Bumi dan kekayaan di dalamnya
      2. Tubuh bumi dan permukaan bumi
      3. Tanah dan tumbuhan yang hidup diatasnya
      4. Tanah- baik daratan maupun perairan

Jawaban : B. Tubuh bumi dan permukaan bumi

 

    1. Pengertian bangunan menurut UU PBB adalah :
      1. konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
      2. konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara permanen pada tanah dan/atau perairan
      3. konstruksi teknik yang ditanam atau direkatkan secara permanen pada tanah dan/atau perairan Semua objek PBB
      4. Bangunan permanen dan semi permanen

Jawaban : A. konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan

 

    1. Di bawah ini yang merupakan objek PBB adalah :
      1. Rumah hunian
      2. Panti Jompo
      3. Masjid
      4. Semua objek PBB

Jawaban : D. Semua objek PBB

 

    1. Andi menyewa sebuah lahan untuk usaha dari Anto selama 5 tahun, yang menjadi subjek pajak adalah :
      1. Andi
      2. Andi atau Anto
      3. Andi dan Anto
      4. Anto

Jawaban : B. Andi atau Anto

 

    1. Dibawah ini yang merupakan objek BPHTB adalah :
      1. Tanah dan atau bangunan yang dikuasai
      2. Hak kebendaan atas tanah dan atau bangunan
      3. Hak kekayaan atas tanah dan atau bangunan
      4. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

Jawaban : D. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

 

    1. Dasar hukum pengenaan BPHTB adalah …
      1. UU Nomor 19 Tahun 2000
      2. UU Nomor 20 Tahun 2000
      3. UU Nomor 12 Tahun 1994
      4. UU Nomor 28 Tahun 2009

Jawaban : D. UU Nomor 28 Tahun 2009

 

    1. Bea meterai adalah ….
      1. Pajak atas dokumen
      2. Syarat sah dokumen
      3. Kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian
      4. Benar semua

Jawaban : A. Pajak atas dokumen

 

    1. Dokumen tersebut dibawah ini termasuk yang tidak dikenakan bea meterai, kecuali :
      1. Ijazah dan tanda terima gaji
      2. Surat gadai dari Perum Pegadaian
      3. Salinan akta-akta notaris
      4. Kwitansi semua jenis pajak

Jawaban : C. Salinan akta-akta notaris

 

    1. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang dapat dikenakan pada saat menghitung BPHTB adalah sebesar..
      1. Minimal Rp 10.000.000 atau Rp 60.000.000 untuk waris
      2. Minimal Rp 30.000.000 atau Rp 100.000.000 untuk waris
      3. Minimal Rp 60.000.000 atau Rp 300.000.000 untuk waris
      4. Minimal Rp 90.000.000 atau Rp 600.000.000 untuk waris

Jawaban : C. Minimal Rp 60.000.000 atau Rp 300.000.000 untuk waris

 

    1. Berikut merupakan dasar penagihan PBB, kecuali …
      1. SPPT
      2. STP
      3. SPOP
      4. SKP

Jawaban : C. SPOP

Soal Nomor 1

Amir memiliki tanah dan bangunan terletak di jalan Bintaro Raya Rt. 10, dengan rincian sebagai berikut :
a.Tanah
• Luas tanah = 500 m2
• Nilai tanah = Rp. 90.000.000
b. Bangunan
• Luas bangunan = 150 m2
• Nilai bangunan = Rp. 37.500.000

Hitung berapa NJOP dalam tabel?
NB : Nilai tanah dan bangunan merupakan hasil penilaian melalui salah satu dari 3 pendekatan penentuan NJOP.

Jawaban Nomor 1

Nilai Tanah per m2 = Rp 90.000.000 / 500 m2 = Rp 180.000 m2, dikonversi masuk kelas 172, yaitu Rp 200.000

Nilai Bangunan per m2 = Rp 37.500.000 / 150 m2 = Rp 250.000 m2, dikonversi masuk kelas 052, yaitu Rp 225.000

Sehingga NJOP yang tercantum pada SPPT sebagai dasar perhitungan PBB adalah :
NJOP Tanah : Rp 200.000
NJOP Bangunan : Rp 225.000

 

Soal Nomor 2

Terdapat areal belum produktif hutan alam seluas 500.000M2. Berdasarkan hasil penilaian diperoleh nilai tanah per meter persegi sebesar Rp8.000,00
Maka Nilai tanah areal belum produktif adalah

Jawaban Nomor 2

Nilai areal belum produktif = 500.000 x 8.000 = Rp4.000.000.000,00

    1. Untuk dapat mengakses fitur pada DJP Online, Wajib pajak memerlukan informasi berikut, kecuali..
      1. NPWP
      2. EFIN
      3. Password DJP
      4. Password Email

Jawaban : D. Password Email

 

    1. Saat ini e-Form tidak dapat digunakan untuk Jenis SPT…
      1. SPT PPh Orang Pribadi 1770S
      2. SPT PPh Orang Pribadi 1770SS
      3. SPT PPh Badan 1771
      4. SPT PPh Orang Pribadi 1770

Jawaban : B. SPT PPh Orang Pribadi 1770SS

 

    1. Saat ini terdapat cara penyampaian SPT secara elektronik, salah satunya menggunakan e-Filling. Berdasarkan pernyataan di bawah ini, manakah yang benar tentang e-Filling..
      1. Penyampaian dilakukan secara online
      2. Melalui website Direktorat Jenderal Pajak dan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan
      3. Dilaporkan dengan cara unggah file dengan format CSV
      4. Semua Benar

Jawaban : D. Semua Benar

 

    1. Direktorat Jenderal Pajak memberikan pilihan bagi individu untuk menyampaikan SPT secara online dengan menggunakan e-Form. e-Form memiliki kelebihan dibanding dengan e-Filling antara lain..
      1. Tidak dapat diakses melalui smartphone
      2. Formulir yang tersedia terbatas- tidak semua dapat menggunakan e-Form
      3. Koneksi internet yang dibutuhkan saat menggunakan e-Form hanya untuk mengunduh form dan mengunggah SPT ke server DJP
      4. Kelancaran dalam pengisian SPT bergantung pada server DJP

Jawaban : C. Koneksi internet yang dibutuhkan saat menggunakan e-Form hanya untuk mengunduh form dan mengunggah SPT ke server DJP

 

    1. Keke merupakan seorang wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha menjual produk kecantikan. Pada saat ingin melaporkan SPT Tahunan, jenis formulir e-form yang tepat adalah..
      1. E-Form 1771
      2. E-Form 1770 S
      3. E-Form 1770
      4. E-Form 1770 SS

Jawaban : C. E-Form 1770

 

    1. Di bawah ini yang benar tentang penerbitan faktur pajak adalah, kecuali..
      1. Harus mencantumkan nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pihak yang menyerahkan BKP/JKP
      2. Harus mencantumkan Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli BKP/JKP
      3. Mengisikan jenis barang/jasa, harga jual serta PPN yang dipungut
      4. Faktur pajak keluaran hanya dapat dibuat dengan cara manual, tidak dapat dilakukan dengan sistem impor ekspor

Jawaban : D. Faktur pajak keluaran hanya dapat dibuat dengan cara manual, tidak dapat dilakukan dengan sistem impor ekspor

 

    1. Bea metYosua ber NPWP melakukan jasa perbaikan computer kepada PT. ABC dengan fee sebesar Rp. 7.000.000,00. Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT. ABC atas pembayaran fee kepada Yosua adalah …
      1. Rp. 350.000,00.
      2. Rp. 175.000,00.
      3. Rp. 200.000,00.
      4. Rp. 275.000,00.

Jawaban : B. Rp. 175.000,00.

 

    1. Yang merupakan objek/penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah …
      1. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah.
      2. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
      3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
      4. Beasiswa yang diperoleh oleh WNI dari WP dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau non formal. Beasiswa yang diperoleh oleh WNI dari WP dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau non formal.

Jawaban : B. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 

    1. Berikut ini merupakan informasi dari Pengusaha Kena Pajak yang dimiliki untuk dapat menerbitkan faktur pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur antara lain, kecuali..
      1. Passhprase
      2. Sertifikat Digital
      3. EFIN
      4. Nomor Seri Faktur Pajak

Jawaban : C. EFIN

 

    1. PT XYZ merupakan PKP yang bergerak dalam bidang penjualan komputer dan laptop. PT XYZ melakukan penyerahan barang kepada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Atas penyerahan barang tersebut PT XYZ menerbitkan faktur pajak dengan kode..
      1. 02
      2. 03
      3. 01
      4. 07

Jawaban : B. 03

Soal Brevet Perpajakan C

    1. Jika Subjek Pajak Orang Pribadi memiliki rumah di Indonesia dan Singapura, kemudian keluarganya berada di Indonesia sementara pekerjaanya di Singapura, maka dalam ketentuan tie-breaker rules, hal/langkah selanjutnya yang akan dipertimbangkan adalah
      1. Pusat Kepentingan
      2. Kebiasaan Berdiam
      3. Status Kewarganegaraan
      4. Prosedur Kesepakatan

Jawaban : B. Kebiasaan Berdiam

 

    1. BUT Orang Pribadi dapat timbul atas pemberian jasa dengan ketentuan time test secara umum:
      1. Melebihi 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
      2. Melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan
      3. Melebihi 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan
      4. Melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

Jawaban : A. Melebihi 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan

 

    1. Jika Orang Pribadi pada tahun pajak 2021 dan 2022 memiliki penghasilan kena pajak yang tidak berubah, sebesar 500.000.000 dengan status TK/0, maka selisih PPh Terutang yang muncul akibat adanya perubahan Undang-Undang sebesar
      1. 10.000.000
      2. 5.000.000
      3. 2.000.000
      4. 1.000.000

Jawaban : D. 1.000.000

 

    1. Apabila WP OP LN menjual harta berupa Emas sebesar 10gram dengan harga pergramnya Rp. 900.000 kepada perusahaan tempat dia bekerja sebelum kembali ke negaranya, maka PPh Pasal 26 sebesar
      1. Tidak dikenai PPh Pasal 26
      2. 45.000
      3. 90.000
      4. 180.000

Jawaban : A. Tidak dikenai PPh Pasal 26

 

    1. Jika WP OP DN memiliki mobil di Malaysia dan menyewakan mobil tersebut kepada ABC LTD, sebuah perusahaan yang berkedudukan di Singapura namun sering melaksanakan kegiatannya di Malaysia, Indonesia dan Vietnam, maka berdasarkan PMK-192/PMK.03/2018, negara asal penghasilan yang dicantumkan oleh WP OP DN dalam pelaporan SPT adalah
      1. Indonesia
      2. Malaysia
      3. Singapura
      4. Vietnam

Jawaban : C. Singapura

 

    1. Berdasarkan UU Cipta Kerja, atas penghasilan tidak dari BUT yang diterima dari Luar Negeri dapat tidak dikenakan pajak jika… kecuali
      1. Diinvestasikan di Wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu
      2. Penghasilan diinvestasikan setidaknya 30% dari keseluruhan penghasilan yang diterima
      3. Penghasilan bukan berasal dari usaha aktif di Luar Negeri
      4. Bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di Luar Negeri

Jawaban : B. Penghasilan diinvestasikan setidaknya 30% dari keseluruhan penghasilan yang diterima

 

    1. Dalam CFC Rules kepemilikan saham minimal agar dapat dikenakan ketentuan Deemed Dividen adalah sebesar :
      1. Setidaknya 50% oleh 1 atau lebih WP
      2. Lebih dari 50% oleh 1 atau lebih WP
      3. Kurang dari 50% oleh 1 atau lebih WP
      4. Tidak melebihi 50% oleh 1 atau lebih WP

Jawaban : A. Setidaknya 50% oleh 1 atau lebih WP

 

    1. Dalam P3B penghasilan Direktur ( Director Fees) dikenakan pajak di negara
      1. Sumber penghasilan Direktur tersebut
      2. Domisili tempat Subjek Pajak Terdaftar
      3. Hanya di Sumber Penghasilan Direktur Tersebut berasal
      4. Hanya di Negara Domisili di tempat Subjek Pajak Terdaftar

Jawaban : A. Sumber penghasilan Direktur tersebut

 

    1. Dalam menghitungan kredit pajak PPh Pasak 24, maka elemen yang wajib diperhatikan adalah sebagai berikut, kecuali
      1. Penghasilan Neto dari Luar Negeri
      2. Pajak yang terutang
      3. Kompensasi atas kerugian perusahaan di Luar Negeri
      4. Penghasilan Kena Pajak

Jawaban : C. Kompensasi atas kerugian perusahaan di Luar Negeri

 

    1. Jika WP OP gagal memenuhi ketentuan investasi terhadapa dividen yang diterima dari PT ABC, maka Langkah yang seharusnya diambil selanjutnya adalah
      1. PT ABC berinisiatif melakukan pemotongan PPh atas Dividen yag sudah dibagikan sebelumnya
      2. PT ABC meminta agar dividen dikembalikan kepada PT ABC
      3. WP OP melakukan pembayaran sendiri atas Pajak yang seharusnya terutang
      4. WP OP meminta agar PT ABC melakukan pemotongan PPh FInal

Jawaban : C. WP OP melakukan pembayaran sendiri atas Pajak yang seharusnya terutang

Soal Nomor 1

Jelaskan kewajiban pajak yang mungkin terjadi jika WP OP DN, tuan Y memiliki 90% saham di PT YYA dengan nilai penanaman modal sebesar Rp.900.000.000 yang berada di Indonesia kemudian dia melakukan penjualan 50% saham yang dia miliki tersebut kepada Y Ltd, sebuah perusahaan di Singapura dengan nilai jual sebesar Rp. 900.000.000. Setelah setahun berselang Tuan Y memutuskan untuk membeli kembali seluruh saham yang pernah dia jual, sayangnya YLtd telah menjual seluruh kepemilikan saham PT YYA kepada Zltd di Jepang di bulan sebelumnya dengan nilai Jual Rp. 2.000.000.000!

Jawaban Nomor 1

      • Terdapat Dua kejadian yang menyebabkan terutangnya pajak pada soal diatas
      • Penjualan 50% Saham PT YYA oleh tuan Y kepada Y Ltd.
      • Objek Pajaknya adalah keuntungan pengalihan saham dengan Nilai penghasilan sebesar nilai penjualan dikurangi Nominal Penanaman 50% Modal atau Rp.900.000.000 – Rp.450.000.000 = Rp. 450.000.000. Jumlah PPh belum dapat dihitung karena harus dilaporkan dalam SPT Tahunan dan seluruh penghasilan netto digabungkan untuk kemudian dihitung pajaknya dengan tarif progesif
      • Penjulan 50% saham PT YYA oleh Y Ltd kepada Z Ltd
      • Sesuai Pasal 26 ayat (2) dan KMK-434/KMK.04/1999 ketika terdapat penjualan saham atas perusahaan di Indonesia oleh WP LN maka dikenakan PPh Pasal 26 atas Perkiraan Penghasilan Neto dan dipotong oleh pemotong yang ditentukan Menteri Keuangan. Dalam hal ini karena pembelinya adalan SPLN juga maka perseroan di Indonesia ditunjuk sebagai pemotong.
      • PPh yang dikenakan sebesar 20% x 25% x Nilai Jual = 5% x 2.000.000.000 = Rp. 100.000.000

Soal Nomor 2

Jelaskan secara singkat terkait fasilitas WNA dengan keahlian tertentu yang menjadi SPDN dan dikenakan pajak berdasarkan pendekatan territorial income!

Jawaban Nomor 2

Atas WNA yang merupakan SPLN ketika memiliki keahlian tertenu dan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dapat mengajukan permohonan agar penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia hanya yang berasal dari Indonesia. (asas territorial). Setelah disetujui maka selama 4 tahun sejak menjadi pertama kali menjadi subjek pajak dalam negeri pengenaan pajak menggunakan asas territorial. Sebagai tambahan selama menggunakan fasilitas ini WP tidak dapat menggunakan ketentuan P3B.

    1. Bentuk Usaha Tetap (BUT) dapat dibagi dalam beberapa kategori, antara lain BUT fasilitas fisik, BUT aktivitas, BUT e-commerce, BUT keagenan, dan BUT asuransi. Di bawah ini termasuk BUT fasilitas fisik, kecuali …
      1. Cabang perusahaan
      2. Tempat kedudukan manajemen
      3. Dependent agent
      4. Pabrik

Jawaban : C. Dependent agent

    1. X Ltd adalah perusahaan di luar negeri yang melakukan penjualan produk dengan merk A. Di Indonesia, X Ltd mempunyai perwakilan yang juga sudah terdaftar sebagai BUT atas nama BUT X Ltd. Suatu Ketika X Ltd melakukan penjualan langsung kepada pelanggannya di Indonesia tanpa melalui BUT-nya di Indonesia. Atas penjualan tersebut sesuai ketentuan Pasal 5 UU PPh, BUT X Ltd harus mencatat pendapatan yang dikenal dengan istilah …
      1. Force of attraction
      2. Atribusi factual
      3. Effectively connected
      4. Atribusi hubungan khusus

Jawaban : A. Force of attraction

    1. PT A adalah perusahaan di Indonesia yang mempunyai saham di PT B (60%), PT C (20%) dan X Ltd perusahaan tertutup di luar negeri (50%). Pada tahun 2022 PT A memperoleh pembayaran dividen dari PT B, PT C dan X Ltd masing-masing sebesar Rp100 juta, Rp200 juta dan Rp400 juta. Perlakuan perpajakan atas dividen tersebut yang tepat adalah …

(Pilihan dalam bentuk gambar)

Jawaban : D. Bukan objek | Bukan objek | Bukan objek jika diinvestasikan

    1. PT A memiliki saham pada X Sdn Bhd di Malaysia dengan kepemilikan sebesar 20%. Pada tahun 2022 X Sdn Bhd mempunyai laba setelah pajak sebesar USD1000 dan membagikan dividen sebesar USD200. Atas dividen yang diterima PT A, hanya USD150 yang diinvestasikan di Indonesia. Maka dividen yang menjadi objek pajak sebesar …
      1. USD100
      2. USD150
      3. USD250
      4. USD50

Jawaban : B. USD150

    1. Berikut ini adalah contoh dari perubahan metode pembukuan yang harus mendapatkan izin dari Dirjen Pajak, kecuali …
      1. Perubahan metode penyusutan dari garis lurus ke saldo menurun ganda
      2. Perubahan metode pengakuan penghasilan dari accrual base ke cash base
      3. Perubahan metode pencatatan persediaan dari rata-rata ke FIFO
      4. Perubahan metode penghapusan piutang dari metode pencadangan ke metode langsung

Jawaban : D. Perubahan metode penghapusan piutang dari metode pencadangan ke metode langsung

    1. SPT 1771 USD pada dasarnya sama dengan SPT 1771 IDR namun dilaporkan dalam mata uang USD kecuali bagian …. yang tetap harus mencantumkan nilai dalam mata uang rupiah.
      1. Lampiran khusus
      2. Lampiran
      3. Induk
      4. Laporan keuangan

Jawaban : C. Induk

    1. Pada tahun 2020 PT C mengalami kerugian akibat pandemi covid-19 yang menggerus seluruh modalnya hingga bernilai negative. Pada tahun yang sama PT C harus membayar biaya bunga kepada Bank ABC atas pinjaman yang dilakukan sejak tahun 2018. Perlakuan biaya bunga tersebut secara fiscal sesuai ketentuan PMK 169/2015 adalah …
      1. Seluruh biaya bunga tidak dapat dibebankan karena ekuitas PT C bernilai negative
      2. Sebagian biaya bunga tidak dapat dibebankan karena ekuitas PT C bernilai negative
      3. Biaya bunga dapat dibebankan selama DER PT C tidak melebihi 4:1
      4. Seluruh biaya bunga dapat dibebankan selama DER PT C masih dalam batas wajar

Jawaban : A. Seluruh biaya bunga tidak dapat dibebankan karena ekuitas PT C bernilai negative

    1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh perseroan terbatas diperkenankan apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini, kecuali …
      1. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain
      2. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi
      3. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya
      4. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor baik sebagian maupun seluruhnya

Jawaban : B. Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi

    1. Pada tahun 2022 PT A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan plafond pinjaman sebesar Rp2 miliar dengan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 15% p.a. Pinjaman tersebut telah diambil seluruhnya pada tahun 2022 sebagai berikut:
  • Februari Rp1 miliar
  • Juni Rp600 juta
  • Agustus Rp400 juta

Disamping itu, PT A juga mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito dengan rincian sebagai berikut:

  • Februari – Maret Rp400 juta
  • April – Agustus Rp500 juta
  • September – Desember Rp600 juta

Biaya bunga yang dapat dibebankan secara fiscal sebesar …

      1. 750.000
      2. 850.000
      3. 650.000
      4. 750.000

Jawaban : A. 750.000

    1. X Ltd di Singapore adalah pemegang saham PT X di Indonesia dengan kepemilikan saham sebesar 40%. Pada tahun 2022 X Ltd mengalihkan kepemilikan saham tersebut kepada Y Ltd di Singapura dengan harga jual sebesar Rp200 miliar. PPh Pasal 26 yang terutang sebesar …
      1. Rp10 miliar disetor sendiri oleh X Ltd
      2. Rp20 miliar dipotong oleh PT X di Indonesia
      3. Rp10 miliar dipotong oleh PT X di Indonesia
      4. Rp20 miliar disetor oleh Y Ltd

Jawaban : C. Rp10 miliar dipotong oleh PT X di Indonesia

Soal Nomor 1

Berikut informasi terkait BUT Joe untuk tahun pajak 2022:

      • Peredaran usaha                                            Rp12.589.000.000,-
        Harga Pokok Penjualan                                 Rp10.065.000.000,-
        Biaya operasi                                                   Rp 1.208.000.000,-
      • Dari biaya operasi terdapat:
      • A. Pembayaran royalti ke kantor pusat Rp 120.000.000,-
      • B. PPh Pasal 21 karyawan ditanggung Rp    3. 200.000,-
      • C. Kerugian penjualan mobil operasional Rp 1.320.000,-
      • Semua penghasilan setelah pajak dikirim ke kantor pusatnya di Singapura.
      • Berapa jumlah pajak-pajak yang harus dibayar oleh BUT Joe atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia?

Jawaban Nomor 1

Soal Nomor 2

Jelaskan aspek perpajakan atas dividen berikut:

    • PT A di Indonesia mempunyai saham 60% X Ltd di luar negeri yang merupakan perusahaan terbuka. Pada tahun 2022 X Ltd membagikan dividen sebesar USD1000 untuk PT A
    • PT B di Indonesia mempunyai saham 20% Y Ltd di luar negeri yang merupakan perusahaan tertutup. Pada tahun 2022 Y Ltd membagi dividen atas laba tahun 2021 yang tercatat sebesar USD4000.

Jawaban Nomor 2

    • Dividen yang diterima PT A dari X Ltd bukan objek pajak jika seluruh dividen yang diterima (USD1000) diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu
    • Dividen yang diterima PT B dari Y Ltd bukan objek pajak jika PT B menginvestasikan di Indonesia sebesar 20% x 30% x USD4000 = USD240
    1. Berikut merupakan Standar Akuntansi Keuangan yang ada di Indonesia, kecuali…
      1. PSAK IFRS
      2. PSAK EMKM
      3. PSAK GAAP
      4. PSAK Syariah

Jawaban : C. PSAK GAAP

    1. PSAK yang mengatur mengenai penghasilan komprehensif lain berupa keuntungan dan kerugian actuarial program manfaat pasti adalah…
      1. PSAK 10
      2. PSAK 16
      3. PSAK 24
      4. PSAK 55

Jawaban : C. PSAK 24

    1. Syarat piutang tak tertagih dapat dibebankan secara fiskal kecuali…
      1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial dan daftar piutang tidak tertagih diserahkan ke DJP.
      2. Ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan dan daftar piutang tidak tertagih diserahkan ke DJP.
      3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada PN atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara dan daftar piutang tidak tertagih diserahkan ke DJP.
      4. Adanya pengakuan dari pihak yang memberikan pinjaman dan daftar piutang tidak tertagih diserahkan ke DJP.

Jawaban : D. Adanya pengakuan dari pihak yang memberikan pinjaman dan daftar piutang tidak tertagih diserahkan ke DJP.

    1. Berikut beban yang termasuk dalam beda waktu dalam rekonsiliasi fiskal, kecuali…
      1. Beban penyisihan persediaan
      2. Beban penyisihan sanksi pajak
      3. Beban penyisihan piutang tak tertagih
      4. Beban penyusutan dan amortisasi

Jawaban : B. Beban penyisihan sanksi pajak

    1. Berikut merupakan hal yang diatur dalam PSAK 15 adalah…
      1. Kombinasi bisnis entitas sepengedali
      2. Selisih revaluasi aset tetap
      3. Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian lindung nilai arus kas
      4. Investasi pada entitas asosiasi

Jawaban : D. Investasi pada entitas asosiasi

    1. Jika jumlah tercatat aset menurun akibat revaluasi maka mengakuan pada laporan laba rugi yang tepat adalah…
      1. Penurunan diakui dalam laba rugi jika tidak terdapat saldo surplus revaluasi akibat revaluasi periode-periode sebelumnya.
      2. Penurunan diakui di other comprehensive income – OCI dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
      3. Penurunan diakui di laba rugi hingga sebesar penurunan nilai aset yang sama akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laba rugi.
      4. Semua benar

Jawaban : A. Penurunan diakui dalam laba rugi jika tidak terdapat saldo surplus revaluasi akibat revaluasi periode-periode sebelumnya.

    1. Berikut yang bukan termasuk jenis-jenis laporan keuangan adalah…
      1. Laporan Arus Kas
      2. Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lainnya
      3. Laporan harga pokok produksi
      4. Laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat sebelumnya ketika entitas menerapkan kebijakan akuntansi retrospektif

Jawaban : C. Laporan harga pokok produksi

    1. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dalam PMK-79/PMK.03/2008 dikenakan pajak penghasialn yang bersifat final sebesar …. % atau ahli penilai, yang memperoleh izin pemerintah.
      1. 5%
      2. 10%
      3. 15%
      4. 20%

Jawaban : B. 10%

    1. Manakah dari pernyataan berikut yang benar?
      1. Saldo normal pendapatan adalah didebit
      2. Saldo normal kewajiban adalah dikredit
      3. Saldo normal beban adalah dikredit
      4. Saldo normal ekuitas adalah didebit

Jawaban : B. Saldo normal kewajiban adalah dikredit

    1. Berikut merupakan pos-pos yang ada dalam laporan laba rugi adalah…
      1. Biaya Pajak dibayar dimuka
      2. Jumlah tunggal untuk total operasi yang dihentikan sesuai PSAK 58
      3. semua benar
      4. Semua Salah

Jawaban : B. Jumlah tunggal untuk total operasi yang dihentikan sesuai PSAK 58

Soal Nomor 1

      • Diketahui PPh 23 dipotong selama 2018 adalah Rp. 1.000.000.000.
        Jurnal terkait dengan pajak tangguhan dan pembebanan pajak akhir tahun?

Jawaban Nomor 1

      • Beban Pajak Kini   = Rp. 36.000.000.000 x 25% = Rp. 9.000.000.000
        Koreksi Beda Tetap  = Rp. 6.000.000.000 ( tidak mempengaruhi pajak tangguhan)
        Koreksi Beda Waktu +  = Rp. 200.000.000
        Aktiva pajak tangguhan = 200 Juta x 25 % (tarif) = Rp. 50.000.000
      • Jurnal Aktiva Pajak
      • Aktiva Pajak Tangguhan  50.000.000 (Debit)
        Manfaat Pajak Tangguhan  50.000.000 (Kredit)
      • Beban Pajak = Beban Pajak Kini + Beban Pajak Tangguhan / – Manfaat Pajak Tangguhan
      • Jurnal Lengkap Ketika Menghitung Pajak Akhir Tahun
      • Beban Pajak  8.950.000.000 (Debit)
        Aktiva Pajak Tangguhan 50.000.000 (Debit)
        Pajak Dibayar dimuka – PPh 23  1.000.000.000 (Kredit)
        Hutang PPh Pasal 29  8.000.000.000 (Kredit)

Soal Nomor 2

      • Diketahui PPh 23 dipotong selama 2018 adalah Rp. 1.000.000.000.
        Jurnal terkait dengan pajak tangguhan dan pembebanan pajak akhir tahun?

Jawaban Nomor 2

      • Beban Pajak Kini   = Rp. 35.600.000.000 x 25% = Rp. 8.900.000.000
        Koreksi Beda Tetap  = Rp. 6.000.000.000 (tidak mempengaruhi pajak tangguhan)
        Koreksi Beda Waktu Negatif  = Rp. 200.000.000
        Kewajiban pajak tangguhan   = 200 Juta x 25 % (tarif) = Rp. 50.000.000
      • Jurnal Kewajiban Pajak Tangguhan
      • Beban Pajak Tangguhan  50.000.000 (Debit)
        Kewajiban Pajak Tangguhan  50.000.000 (Kredit)
      • Beban Pajak = Beban Pajak Kini + Beban Pajak Tangguhan / – Manfaat Pajak Tangguhan
      • Jurnal Lengkap Ketika Menghitung Pajak Akhir Tahun
      • Beban Pajak 8.950.000.000 (Debit)
        Kewajiban Pajak Tangguhan 50.000.000 (Kredit)
        Pajak Dibayar dimuka – PPh 23 1.000.000.000 (Kredit)
        Hutang PPh Pasal 29 7.900.000.000 (Kredit)
    1. Berikut merupakan asas prinsip pengenaan pajak, kecuali…
      1. Asas Campuran
      2. Asas Teritorial
      3. Asas Kepentingan
      4. Asas Sumber

Jawaban : C. Asas Kepentingan

    1. Terdapat tiga metode penghindaran pajak berganda yang dikenal dalam pajak internasional, kecuali…
      1. Credit Method
      2. Resident Method
      3. Exemption Method
      4. Deduction Method

Jawaban : B. Resident Method

    1. Mr Ucup Udin, Musician from Jakarta, own a property in Thailand. Since January 2022, he has done musical performance in Japan and China. During the year, he only spent a few days in his property and by June 2022 he rent the property out. Where is Mr Ucup Udin a resident for treaty purposes?
      1. Thailand
      2. Indonesia
      3. Japan
      4. China

Jawaban : B. Indonesia

    1. ABC, Ltd is a company based in a Melbourne. This Company secured a contract with a Singaporean company to supply a communication link from Singapore to its branch in Darwin. For this purpose. ABC, Ltd build an underwater fibre optic cable running through the Indonesian territory. In this case?…
      1. There is no permanent establishment in Indonesia as ABC’s business is with a Singaporean company.
      2. ABC, Ltd has a permanent establishment in Indonesia as his fibre optic cable passes through the Indonesian territory.
      3. This transaction has no taxation issue in Indonesian as it involves only Singapore and Australia.
      4. The Singaporean Company has a permanent establishment in Indonesia as his fibre optic cable passes through the Indonesia territory.

Jawaban : C. This transaction has no taxation issue in Indonesian as it involves only Singapore and Australia.

    1. Based on tie-breaker rules contained in tax treaty, a non-individual person will be resident of a country by the following reasons, except…
      1. Domicile
      2. Residence
      3. Place of Birth
      4. Place of Management

Jawaban : C. Place of Birth

    1. Biaya pinjaman PT Indo April sebesar Rp 65.000.000 dan merupakan bunga pinjaman dengan tingkat suku bunga 10% p.a. Diketahui bahwa tingkat suku bunga pinjaman sebanding yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebesar 8% p.a sehingga bunga pinjaman yang wajar adalah sebesar Rp 52.000.000, maka berapakah biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak? (saldo utang rata-rata Rp 700.000.000 dan DER 8:1)
      1. Rp 52.000.000
      2. Rp 26.000.000
      3. Rp 13.000.000
      4. Rp 6.500.000

Jawaban : B. Rp 26.000.000

    1. According to tax treaty between Indonesia and Singapore, which one of the following payments may be considered as royalty?…
      1. Payment to pay to view television
      2. Payment for satellite transponder capacity
      3. Payment for purchase of software protected by copyright
      4. Payment for use of tapes for radio or television broadcasting

Jawaban : D. Payment for use of tapes for radio or television broadcasting

    1. Berikut merupakan penentu negara sumber penghasilan menurut pasal 3 PMK 192/2018 yang benar, kecuali…
      1. Keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas sumber penghasilannya adalah Negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas berada.
      2. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan sumber penghasilannya adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani pembayaran tersebut berada/bertempatkedudukan.
      3. Bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan harta bergerak sumber penghasilannya adalah Negara tempat pihak yang menerima pembayaran tersebut berada/bertempat kedudukan.
      4. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari BUT sumber penghasilannya adalah Negara tempat BUT berada.

Jawaban : C. Bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan harta bergerak sumber penghasilannya adalah Negara tempat pihak yang menerima pembayaran tersebut berada/bertempat kedudukan.

    1. Perbandingan Debt to Equity Ratio dikatakan wajar dan beban atas pinjamannya dapat diperhitungkan jika…
      1. DER 2:1 dan sesuai dengan ketentuan pasal 6 dan 9 UU PPh
      2. DER 3:1 dan sesuai dengan ketentuan pasal 6 dan 9 UU PPh
      3. DER 4:1 dan sesuai dengan ketentuan pasal 6 dan 9 UU PPh
      4. Semua Salah

Jawaban : C. DER 4:1 dan sesuai dengan ketentuan pasal 6 dan 9 UU PPh

    1. PT Yash bergerak dalam bidang jasa kontruksi dan pengadaan bahan bangunan kontruksi. Dari usaha jasa kontruksi memperoleh peredaran usaha sebesar Rp 28.000.000.000 dan dari usaha pengadaan memperoleh peredaran usaha sebesar Rp 55.000.000.000. Bagaimana penyelenggaraan pembukuan PT Yash sesuai dengan ketentuan perpajakan…
      1. Harus menggunakan stelsel akrual
      2. Harus menggunakan stelsel kas
      3. Harus menyelenggarakan pembukuan terpisah
      4. Harus menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah

Jawaban : C. Harus menyelenggarakan pembukuan terpisah

Soal Nomor 1

PT GGN yang memproduksi produk M, menjual 1000 unit produk tersebut kepada GGN Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara Z dengan harga USD140.00 per unit (harga FOB) pada tahun 2010.
PT GGN juga menjual 1000 unit produk M ke distributor independen di negara Z dengan harga USD150.00 per unit (harga CIF).
Biaya insurance & freight sebesar USD5.00 per unit.
Diketahui bahwa GGN Corp. memiliki kepemilikan 95% atas PT GGN dan 60% atas GGN Ltd. Untuk tahun 2010, PT GGN sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP YGY.

Jawaban Nomor 1

Soal Nomor 2

DEF Corp. adalah produsen produk elektronik yang berkedudukan di Negara A. DEF Corp. merupakan
perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT DEF Indonesia (limited risk distributor) yang berkedudukan di Indonesia.
Pada Tahun Pajak 2010 PT DEF Indonesia (DEFI) membeli produk elektronik dari DEF Corp. dengan harga USD 135/unit. Selanjutnya PT DEFI menjual kembali produk tersebut ke pihak independen di Indonesia dengan harga USD 145/unit.
Selain menjual produk yang dibeli dari DEF Corp., PT DEFI juga mengimpor barang sejenis dari produsen independen yang berkedudukan di negara B dengan harga beli USD 121/unit, produk tersebut juga dipasarkan kepada konsumen akhir di Indonesia dengan harga USD143/unit. Berdasarkan analisis fungsi Wajib Pajak, ketentuan kontrak, strategi usaha, dan keadaan ekonomi, tidak terdapat perbedaan dalam aktivitas distribusi kedua produk tersebut. PT DEFI sedang diperiksa oleh KPP MDN untuk Tahun Pajak 2010.

Jawaban Nomor 2

    1. Suatu skema penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan beban pajak dengan cara memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara merupakan istilah dari…
      1. Tax Planning
      2. Tax Treaty
      3. Tax Avoidance
      4. Tax Evasion

Jawaban :C. Tax Avoidance

    1. Berikut merupakan tujuan dari transfer pricing secara umum, kecuali …
      1. Alat meningkatkan efisiensi dan sinergi antara perusahaan dengan pemegang sahamnya
      2. Kebijakan harga dalam transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak supplier dan customer
      3. Alat memaksimalkan laba suatu perusahaan melalui penentuan harga barang atau jasa oleh suatu unit organisasi dari suatu perusahaan kepada unit organisasi lainnya dalam perusahaan yang sama, kemudian meluas menjadi antarperusahaan dalam suatu grup usaha
      4. Semua Benar

Jawaban : B. Kebijakan harga dalam transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak supplier dan customer

    1. Berikut merupakan karakteristik MNE, kecuali…
      1. Entitas yang memiliki ketergantungan satu sama lain harus berada di negara yang berbeda.
      2. Hubungan saling ketergantungan tersebut harus diorganisasi dalam bentuk paling efisien, yaitu dalam bentuk perusahaan multinasional.
      3. Biaya yang dibentuk oleh pengorganisasian tersebut harus lebih rendah dari manfaat yang diperoleh
      4. Semua benar

Jawaban : D. Semua benar

    1. Prinsip yang berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan sebagaimana Transaksi Independen atau mengenai tata cara pelaksanaan kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA diatur dalam…
      1. PMK 20 Tahun 2020
      2. PMK 21 Tahun 2020
      3. PMK 22 Tahun 2020
      4. PMK 23 Tahun 2020

Jawaban : C. PMK 22 Tahun 2020

    1. Berikut merupakan hubungan istimewa menurut P3B yang benar adalah…
      1. An enterprise of one of the two states participates directly of indirectly in the management, control or capital of an enterprise of the other state
      2. The same persons participate directly of indirectly in the management, control or capital of an enterprise of one of the two states and an enterprise of the other state
      3. Semua benar
      4. Semua salah

Jawaban : C. Semua benar

    1. Penerapan PKKU wajib dilakukan oleh Wajib Pajak dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan terkait Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. Penerapan PKKU wajib dilakukan berdasarkan…
      1. Berdasarkan keadaan dimasa sebelumnya.
      2. Pada saat Penentuan Harga Transfer dan/atau saat terjadinya Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa
      3. Empat bulan setelah berakhirnya tahun pajak
      4. Pada saat dilakukan pemeriksaan pajak

Jawaban : B. Pada saat Penentuan Harga Transfer dan/atau saat terjadinya Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa

    1. Perubahan lanskap perpajakan internasional disebabkan oleh beberapa aspek seperti berikut, kecuali…
      1. Globalisasi
      2. Economic system
      3. Underground Economy
      4. Perkembangan Teknologi Informasi

Jawaban : B. Economic system

    1. Berikut yang bukan merupakan tahapan dari penerapan PKKU adalah…
      1. Melakukan analisis kesebandingan
      2. Melakukan harga jual yang wajar atas transaksi dengan customer dan harga beli yang sewajarnya dengan vendor
      3. Mengidentifikasi hubungan komersial dan/atau keuangan antara WP dengan Pihak Afiliasi dengan melakukan analisis atas kondisi transaksi
      4. Melakukan analisis industri

Jawaban : B. Melakukan harga jual yang wajar atas transaksi dengan customer dan harga beli yang sewajarnya dengan vendor

    1. Dalam penerapan PKKU, perlu melakukan analisis industri terlebih dahulu. Analisis tersebut dilakukan untuk memahami kondisi industri wajib pajak dalam beberapa hal, kecuali…
      1. Performa industry
      2. Strategi bisnis yang dijalankan
      3. Value Chain
      4. Bahan baku utama

Jawaban : B. Strategi bisnis yang dijalankan

    1. Regulasi yang mengatur mengenai penggunaan harga pasar wajar dalam penyerahan barang/jasa kena pajak adalah…
      1. SE-50/PJ/2013
      2. Pasal 18 ayat (3) UU PPh
      3. Pasal 2 UU PPN
      4. Permen 22/PMK.03/2020

Jawaban : C. Pasal 2 UU PPN

Soal Nomor 1

PT GGN yang memproduksi produk M, menjual 1000 unit produk tersebut kepada GGN Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara Z dengan harga USD140.00 per unit (harga FOB) pada tahun 2010.
PT GGN juga menjual 1000 unit produk M ke distributor independen di negara Z dengan harga USD150.00 per unit (harga CIF).
Biaya insurance & freight sebesar USD5.00 per unit.
Diketahui bahwa GGN Corp. memiliki kepemilikan 95% atas PT GGN dan 60% atas GGN Ltd. Untuk tahun 2010, PT GGN sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP YGY.

Jawaban Nomor 1

Soal Nomor 2

DEF Corp. adalah produsen produk elektronik yang berkedudukan di Negara A. DEF Corp. merupakan
perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT DEF Indonesia (limited risk distributor) yang berkedudukan di Indonesia.
Pada Tahun Pajak 2010 PT DEF Indonesia (DEFI) membeli produk elektronik dari DEF Corp. dengan harga USD 135/unit. Selanjutnya PT DEFI menjual kembali produk tersebut ke pihak independen di Indonesia dengan harga USD 145/unit.
Selain menjual produk yang dibeli dari DEF Corp., PT DEFI juga mengimpor barang sejenis dari produsen independen yang berkedudukan di negara B dengan harga beli USD 121/unit, produk tersebut juga dipasarkan kepada konsumen akhir di Indonesia dengan harga USD143/unit. Berdasarkan analisis fungsi Wajib Pajak, ketentuan kontrak, strategi usaha, dan keadaan ekonomi, tidak terdapat perbedaan dalam aktivitas distribusi kedua produk tersebut. PT DEFI sedang diperiksa oleh KPP MDN untuk Tahun Pajak 2010.

Jawaban Nomor 2

    1. PT Cahaya Terang akan mengajukan banding atas keputusan keberatan PPN dari Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak Desember 2022. Berikut ini yang bukan persyaratan formal pengajuan banding adalah…
      1. Surat banding harus menggunakan bahas Indonesia
      2. Mengajukan banding untuk 12 Masa Pajak
      3. Surat banding ditandatangani oleh Manajer Pajak PT Cahaya Terang
      4. Disampaikan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan keberatan diterima

Jawaban : C. Surat banding ditandatangani oleh Manajer Pajak PT Cahaya Terang

    1. Berikut merupakan pernyataan yang benar mengenai gugatan yang diatur dalam pasal 23 UU KUP, pasal 40-43 UU PP sebagai berikut, adalah…
      1. Gugatan harus diajukan dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan (surat paksa).
      2. Gugatan harus diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan (surat paksa).
      3. Gugatan harus diajukan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan (surat paksa).
      4. Semua salah

Jawaban : B. Gugatan harus diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan (surat paksa).

    1. Jenis keputusan pengadilan pajak adalah sebagai berikut, kecuali…
      1. Menolak
      2. Mengabulkan Sebagian
      3. Menambah pajak yang harus dibayar
      4. Mengabulkan peninjauan kembali

Jawaban : D. Mengabulkan peninjauan kembali

    1. untuk menjadi kuasa hukum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, yaitu…
      1. mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan
      2. warga negara Indonesia
      3. Semua Benar
      4. Semua Salah

Jawaban : C. Semua Benar

    1. Berikut ini yang bukan persyaratan untuk menjadi kuasa hukum di pengadilan pajak adalah…
      1. Berijazah D IV Akuntansi
      2. Berijazah sarjana hukum
      3. Memiliki NPWP
      4. Memiliki SKCK dari Kepolisian

Jawaban : B. Berijazah sarjana hukum

    1. Surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak adalah…
      1. Surat Tagihan Pajak
      2. Surat Paksa
      3. Surat Ketetapan Pajak
      4. Surat Denda Pajak

Jawaban : B. Surat Paksa

    1. Berikut merupakan pernyataan yang tepat mengenai susunan pengadilan pajak, adalah…
      1. Hakim diangkat oleh Menteri keuangan setelah mendapatkan persetujuan MA
      2. Hakim merupakan seorang pansihat hukum dan merupakan pelaksana putusan PP
      3. Susunan pengadilan pajak terdiri dari pimpanan, hakim anggota, sekretaris dan panitera.
      4. Pimpinan pengadilan pajak terdiri dari hakim utama dan wakil hakim, serta paling banyak 3 hakim anggota.

Jawaban : C. Susunan pengadilan pajak terdiri dari pimpanan, hakim anggota, sekretaris dan panitera.

    1. SKPKB diterima Wajib Pajak dengan nilai Rp. 250.000.000.- dimana atas senilai Rp. 50.000.000,- disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir. Berapakah jumlah minimal yang harus dibayar oleh wajib pajak apabila mengajukan keberatan?
      1. Rp 50.000.000
      2. Rp 125.000.000
      3. Rp 250.000.000
      4. Tidak wajib membayar karena WP akan mengajukan keberatan

Jawaban : B. Rp 50.000.000

    1. Atas putusan banding yang menolak permohonan banding PT Cuan Selalu, maka PT Cuan Selalu akan mengajukan peninjauan kembali sesuai dengan persyaratan sebagai berikut, yaitu…
      1. Memori PK yang ditangani oleh Direktur PT Cuan Selalu
      2. Paling lambat dalam jangka waktu 3 bulan setelah putusan pengadilan pajak dikirim
      3. diajukan ke mahkaman agung
      4. semua benar

Jawaban : D. Semua benar

    1. PT Agung Tinggi Sekali menerima menerima SKPKB dengan nilai Rp. 150.000.000.- dimana atas senilai Rp. 30.000.000,- disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir. Apakah yang harus disiapkan Wajib Pajak bila mengajukan keberatan?…
      1. Menyiapkan surat keberatan dalam bahas inggris
      2. Surat keberatan ditandatangani oleh direktur utama
      3. Paling lambat menyampaikan surat keberatan 3 bulan sejak tanggal SKPKB dikirim ke pengadilan pajak
      4. Mengajukan pembatalan SKPKB sesuai pasal 36 UU KUP

Jawaban : B. Surat keberatan ditandatangani oleh direktur utama

© 2023 Tax Academy.id managed by WiN Partners. All rights reserved.